Rabu, 04 Juni 2014

NASIR AL – DIN TUSI



PERTEMUAN 12
SELASA, 3 JUNI 2014

  1. Kehidupannya
Nasir Al – Din  Abu Ja’far Muhammad ibn Muhammad ibnu al-Hasan Nasiruddin al-Tusi, seorang sarjana yang mahir, ahli matematika, astronomi dan politisi Syi’ah pada masa penyerangan bangsa Mongol. Ia lahir di Tus pada tahun 597 H/1201 M. Ia lahir pada awal abad ke 13 M ketika dunia Islam tengah mengalami masa-masa sulit. Karena pada masa itu tentara mongol yang begitu kuat menginvansi wilayah kekuasaan Islam yang amat luas. Kota-kota Islam dihancurkan dan penduduknya dibantai habis dengan sangat kejam.
Ia memiliki banyak nama antara lain Muhaqqiq Al-Tusi, Khuwaja Tusi, dan Khuwaja Nasir. Tusi memulai karirnya sebagai ahli astronomi pada Nasir al – Din ‘abd al – Rahim Gubernur dari benteng gunung Isma’iliah Quhistan pada masa pemerintahan ’Ala Al Din Muhammad, Syek Agung VII dari Alamut. Ayahnya Muhammad bin Hasan, yang mendidik Tusi sejak pendidikan dasar. Kemudian dia mempelajari fiqih, ilmu hikmah, dan ilmu kalam, serta isyaratnya Ibnu Sina dan matematika.
Thusi meninggalkan kota kelahirannya, pergi ke kota Baghdad. Di sana ia belajar tentang ilmu pengobatan dan filsafat dari guru Qutb Al Din, matematika dari Kamal Al Din ibnu Yunus, dan fiqh serta ushul fiqh dari Salim ibn Badran. Di masa kehidupannya, Nashiruddin Al-Thusi dikenal sebagai Ilmuwan yang serba bisa (multitalented). Selama hidupnya, ia mendedikasikan diri untuk mengembangkan beragam ilmu astronomi, biologi, kimia, matematika, filsafat, kedokteran, hingga ilmu agama Islam.

  1. Observatorium Maraghah
Pada tahun 1259 M, Tusi membentuk Observatiorium Maraghah, yakni suatu majlis yang terdiri atas orang-orang pandai dan terpelajar dengan membuat rencana khusus untuk pengajaran ilmu-ilmu filsafat. Teknologi yang digunakan di Observatorium itu terbilang canggih pada zamannya. Beberapa peralatan dan teknologi penguak luar angkasa yang digunakan di Observatorium itu ternyata merupakan penemuan Tusi sendiri, salah satunya adalah ’kuadran azimuth’. Kuadran azimuth adalah mengenai arah mata angin (kompas).
  1. Karya – karyanya
  1. Karyanya di bidang logika yaitu:
1.      Asas Al – Iqtibas
2.      At-Tajrid fi Al – Mantiq
3.      Syarh - i Mantiq Al-Isyarat
4.      Ta’dil Al - Mi’yar
  1. Di bidang metafisika yaitu:
1.      Risalah dar Ithbat I Wajib
2.      Itsat-i Jauhar Al-Mufariq
3.      Risalah dar wujud-i Jauhar-i
4.      Mujarrad
5.      Risalah dar Itsbat-i ’Aql-i Fa’al
6.      Risalah Darurat-i Marg
7.      Risalah sudur Kathrat az Wahdat
8.      Risalah ’Ilal wa Ma’lulat Fushul
9.      Tashawwurat
10.  Hall-i Musykilat Al-Asyraf
  1. Karyanya di bidang etika yaitu :
1.      Akhlak-i Nashiri
2.      Ausaf Al-Asyraf
  1. Karyanya di bidang dogmatik (teologi) :
1.      Tajrid Al’Aqa’id
2.      Qawa’id Al-’Aqa’id
3.      Risalah-i I’tiqadat
  1. Karyanya di bidang astronomi yaitu:
1.      Al-Mutawassithah Bain Al-Handasa wal Hai’a
2.      Zubdat al-Hai’a (yang terbaik dari astronomi)
3.      Mukhtasar fial-Ilm At-Tanjim wa Ma’rifat At-Taqwin (ringkasan astrologi dan penanggalan)
4.      Kitab Al-bari fi Ulum At-Taqwin wa Harakat Al-Afak wa Ahkam An-Nujum (buku terunggul tentang Almanak, gerak bintang-bintang dan astrologi kehakiman)
  1. Karyanya di bidang aritmatika, geometri dan trigonometri yaitu :
1.      Al-Mukhtasar bi Jami Al-Hisab bi At-Takht wa At-Turab (Ikhtisar dari seluruh perhitungan dengan tabel dan bumi)
2.      Al-Jabar wa Al-Muqabala (Risalah tentang al-Jabar)
3.      Qawaid Al-Handasa (kaidah-kaidah geometri)
4.      Kitab Shakl Al-Qatta (Risalah tentang triteral)
  1. Karyanya di bidang optik :
1.      Tahrir Kitab Al-Manazir
2.      Mabahis Finikis Ash-shur’ar wa in Itaafiha (penelitian tentang refleksi dan dedfleksi sinar-sinar)
  1. Karyanya di bidang seni yaitu :
1.      Kitab fi Ilm Al-Mau-siqi
2.      Kanz At-Tuhaf
  1. Karyanya di bidang medikal yaitu:
1.      Kitab fi Ilm Al-Bab Bahiyah fi At-Tarakib As-Sultaniyah (buku tentang cara diet dan peraturan-peraturan kesehatan)
  1. Pemikirannya
  1. Filsafat Metafisika
            Menurut Tusi, metafisika terdiri atas dua bagian, pertama ilmu Ketuhanan (’Ilmi Ilahi), kedua filsafat pertama (falsafahi ula). Ilmu Ketuhanan meliputi Tuhan, akal, dan jiwa, pengetahuan tentang alam semesta dan hal-hal yang berhubungan dengan alam semesta yang merupakan filsafat pertama.
            Bagi Tusi eksistensi Tuhan sebagai postulat (yang sudah terang akan kebenaran bahwa Allah Itu ada), harus di yakini oleh manusia dan bukan harus dibuktikan. Pembuktian eksistensi Tuhan atau wujud Tuhan bagi manusia adalah mustahil, karena pemahaman manusia tentang wujud Tuhan sangat terbatas untuk dipikirkan.

  1. Ilmu Rumah Tangga
Dengan menyatakan rasa berhutangnya terhadap Ibnu Sina, Tusi mendefinisikan rumah (manzil) sebagai hubungan istimewa antara suami dan istri, orangtua dan anak, tuan dan hamba serta kekayaan dan pemiliknya. Tujuan ilmu rumah tangga adalah mengembangkan sistem disiplin yang mendorong terciptanya kesejahteraan fisik, sosial dan mental kelompok utama ini dengan ayah sebagai pemegang kendalinya.
Kekayaan diperlukan guna mencapai tujuan – tujuan pokok pemeliharaan diri serta pemeliharaan keturunan. Untuk memperolehnya, Tusi menyarankan agar manusia bekerja secara terhormat dan mencapai kesempurnaan dalam pekerjaan itu tanpa melaksanakan ketidakadilan, kekejian ataupun kekejaman.

  1. Politik
            Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial. Untuk memperkuat sikapnya, Tusi mengacu pada istilah insan yang berarti manusia, yang secara hurufiah berarti orang yang suka berkumpul dan berhubungan. Itu merupakan ciri khas manusia, maka kesempurnaan manusia dapat dicapai dengan menunjukkan sepenuhnya watak ini terhadap sesamanya. Inilah sebabnya Islam menekankan keutmaan shalat berjamaah.
            Menurut Tusi, raja adalah wakil Tuhan di bumi. Tugas pertama  dan paling utama raja  adalah mengukuhkan Negara dengan menciptakan rasa cinta di antara kawan-kawannya dan kebencian di antara musuh-musuhnya, meningkatkan kesatuan antar sarjana, prajurit, petani dan pedagang yang merupakan empat kelompok yang ada di dalan Negara.

  1. Etika
            Tujuan dari filsafat etika (akhlak) Nashiruddin Ath-Tusi ini adalah untuk menemukan cara hidup untuk mencapai sebuah kebahagiaan agar bisa mencapai kebaikan maka dalam hal ini manusia dituntut untuk sering berbuat baik, menempatkan kebaikan di atas keadilan dan cinta.
            Menurut Al – Tusi, penyakit moral ini bisa disebabkan oleh salah satu dari tiga sebab, yakni keberlebihan, keberkurangan, dan ketakwajaran akal, kemarahan atau hasrat. Dari tiga sebab itu, ia menggolongkan penyakit – penyakit fatal akal menjadi kebingungan (hairat), kebodohan sederhana (jahl-i basit), dan kebodohan fatal (jahl-i murakkab).
  1. Kenabian
            Tusi menetapkan perlunya kenabian dan kepemimpinan spiritual. Aturan suci dari Tuhan untuk mengatur urusan-urusan manusia tapi Thuan sendiri berada di luar jangkauan indera. Oleh karena itu, Dia menutus para nabi untuk menuntun orang-orang. Ini memerlukan praata kepemimpinan spiritual setelah para nabi itu menerapkan aturan suci tersebut.
  1. Logika
            Tusi menganggap logika adalah ilmu dan suatu alat ilmu yang bertujuan memahami makna dan sifat dari makna yang dipahami itu, sebagai alat menjadi kunci untuk memahami berbagi ilmu.
  1. Psikologi
            Tusi mengemukakan asumsi bahwa jiwa merupakan suatu realitas yang bisa terbukti sendiri dan karena itu tidak memerlukan lagi bukti lain. lagi pula jiwa, tidak bisa dibuktikan. Jiwa merupakan substansi sederhana dan immaterial yang dapat merasa sendiri. Ia mengontrol tubuh melalui otot – otot dan alat-alat perasa tapi ia sendiri tidak dapat dirasa lewat alat-alat tubuh.
  1. Baik dan Buruk
            Menurut Tusi, yang baik datang dari Tuhan sedangkan yang buruk muncul sebagai kebetulan (‘ard) dalam perjalanan yang baik itu. Tuhan sendiri menghendaki kebaikan yang menyeluruh tapi selubung indera, imajinasi, kesenangan dan pikiran menutupi pandangan dan mental kita, yang mengakibatkan adanya kesalahpilihan dan menimbulkan keburukan.
  1. Tinjauan
Tusi, sebagaimana telah kita ketahui berutang kepada Ibnu Miskawaih dalam hal logika dan Farabi dalam hal berpolitik, tapi tak satu pun dari mereka mencapai kedalaman dan keluasan pengaruh Ibnu Sina atas dirinya. Logika, metafisika, psikologi, ilmu rumah tangga dan dogmatiknya Tusi pada dasarnya berasal dari Ibnu Sina. Di samping itu, hubungannya yang lama, sekalipun tak begitu akrab dengan Nizari Ismailiah telah mempengaruhi spekulasi etik, psikologis dan metafisiknya. Dari segi sejarah, kedudukannya terutama adalah sebagai seorang penganjur gerakan kebangkitan kembali. Tapi dari segi sejarah kebudayaan, bahkan kebangkitan kembali tradisi filsafat dan ilmiah, terutama pada masa kejatuhan politik dan intelektual, meski ditandai dengan pengetahuan dan pengulangan yang melelahkan, tidak kurang pentingnya dibandingkan pemulaan sehingga hal itu mempersiapkan landasan bagi kelahiran kembali intelektual suatu bangsa.

Sumber :M.M. Syarif. 1992. Para Filosof  Muslim. Bandung : Mizan
(Oleh Bakhtiar Husain Siddiqi, M. A., LL.B., Dosen di bidang Filsafat, Government College, Lahore – Pakistan)

IBNU RUSYD



PERTEMUAN KE 11
SELASA, 3 JUNI 2014

  1. Riwayat Hidup dan Karyanya
Abu Al – Walid Muhammad ibnu Ahmad ibnu Muhammad ibnu Rusyd dilahirkan di Cordova, Andalus pada tahun 510 H/1126 M. Ia lebih populer dengan sebutan Ibnu Rusyd. Orang Barat menyebutnya dengan nama Averrois. Penyebutan Averrois untuk  Ibnu Rusyd adalah akibat dari terjadinya metamorfose Yahudi – Spanyol – Latin. Ibnu Rusyd tumbuh dan hidup dalam keluarga yang besar sekali ghirah – nya pada ilmu pengetahuan. Hal ini merupakan salah satu faktor yang ikut melapangkan jalan baginya menjadi ilmuwan. Faktor lain yang lebih domian bagi keberhasilannya adalah ketajaman berpikir dan kegeniusan otaknya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika Ia dapat mewarisi sepenuhnya intelektualitas keluarganya dan berhasil menjadi seorang sarjana all around yang menguasai berbagai disiplin ilmu, seperti hukum, filsafat, kedokteran, astronomi, sastra Arab dan lainnya.
  1. Karya Tulisnya
Salah satu kelebihan karya tulisnya ialah gaya penuturan yang mencakup komentar, koreksi dan opini sehingga karyanya lebih hidup dan tidak sekadar deskripsi belaka.  Sampai saat ini, karya tulis Ibnu Rusyd yang masih dapat kita temukan adalah sebagai berikut:
  1. Fashl al – Maqal fi ma bain al – Hikmat wa al – Syari’ah in al – Ittishal, berisikan korelasi antara agama dan filsafat
  2. Al – Kasyf’an Manahij al – Adillat fi ‘Aqa’id al – Millat, berisikan kritik terhadap metode para ahli ilmu kalam dan sufi
  3. Tahafut al – Tahafut, berisikan kritikan terhadap karya Al – Ghazali yang berjudul Tahafut al – Falasifat
  4. Bidayat al – Mujtahid wa Nihayat al – Muqtasid, berisikan uraian – uraian di bidang fiqih

  1. Jawabannya Terhadap Sanggahan Al – Ghazali
  1. Alam Kadim
Menurut Ibnu Rusyd, Al – Ghazali keliru menarik kesimpulan bahwa tidak ada seorang filosof  Muslim pun yang berpendapat bahwa kadimnya alam sama dengan kadimnya Allah, tetapi yang mereka maksudkan adalah yang ada berubah menjadi ada dalam bentuk lain. Karena penciptaan dari tiada menurut filosof  Muslim adalah suatu yang mustahil dan tidak mungkin terjadi. Dari tidak ada tidak bisa terjadi sesuatu. Oleh karena itulah, materi asal alam ini mesti kadim.
  1. Allah Tidak Mengetahui Perincian yang Terjadi di Alam
Menurut Al – Ghazali para filosof Muslim berpendapat bahwa Allah tidak mengetahui yang parsial di alam. Dalam menjawab tuduhan ini, Ibnu Rusyd menegaskan bahwa Al – Ghazali salah paham sebab tidak ada para filosof Muslim yang mengatakan demikian. Yang dimaksudkan para filosof Muslim adalah pengetahuan Allah tentang yang parsial di alam ini tidak sama dengan pengetahuan manusia. Pengetahuan Allah bersifat kadim yakni sejak zaman azali. Allah mengetahui segala yang terjadi di alam ini betapapun kecilnya, sedangkan pengetahuan Allah berbentuk sebab, sedangkan pengetahuan manusia berbentuk akibat.
  1. Kebangkitan Jasmani di Akhirat
Menurut Ibnu Rusyd, sanggahan Al – Ghazali terhadap para filosof Muslim tentang kebangkitan jasmani di akhirat tidak ada, adalah tidak benar. Mereka tidak mengatakan demikian. Semua agama, tegas Ibnu Rusyd, mengakui adanya hidup kedua di akhirat, tetapi mereka berbeda interpretasi mengenai bentuknya. Diantara mereka ada yang berpendapat bahwa yang akan dibangkitkan hanya rohani dan ada pula yang mengatakan rohani dan jasmani. Namun yang jelas, kehidupan di akhirat tidak sama dengan kehidupan di dunia ini.

  1. Hukum Sebab Akibat dan Hubungannya dengan Mukjizat
Dalam karyanya Tahafut al – Tahafut, Ibnu Rusyd mengkritik apa yang telah dikemukakan oleh Al – Ghazali tentang hubungan sebab – akibat serta kaitannya dengan perkara yang menyimpang dari kebiasaan dan mukjizat nabi. Berikut ini dikemukakan bantahan Ibnu Rusyd tersebut :
1.      Terdapat hubungan yang dharury (pasti) antara sebab dan akibat
Berbeda dengan Al – Ghazali, Ibnu Rusyd berpendapat bahwa antara sebab dan akibat atau kausalitas terdapat hubungan keniscayaan. Pengingkaran adanya sebab yang melahirkan adanya musabab merupakan pernyataan yang tidak logis.
2.      Hubungan sebab akibat dengan adat atau kebiasaan
    Telah disebutkan jika Al – Ghazali memandang hubungan sebab akibat sebagai adat. Ternyata Ibnu Rusyd mempertanyakan apa sebenarnya yang dimaksud Al – Ghazali sebagai adat tersebut. Apakah adat fa’il (Allah), atau adat mawjud ini. Kalau yang dimaksud adat bagi Allah, hal ini mustahil karena apa yang disebut sebagai adat adalah suatu kemampuan atau potensi yang diusahakan fa’il yang mengakibatkan berulang – ulangnya perhatian fa’il. Hal ini tentu bertentangan dengan firman Allah yang menyatakan bahwa sunatullah itu tidak ada akan berganti dan tidak akan berubah.  Jika yang dimaksud adat bagi mawjud , maka hal ini hanya akan berlaku bagi yang memiliki roh atau nyawa karena bagi yang selain itu, bukan lah adat namanya, tetapi tabiat.
3.      Hubungan sebab akibat dengan akal
  Ibnu Rusyd juga membantah pendapat Al – Ghazali tentang hubungan sebab akibat ini dengan pandangannya yang bertitik tolak dari akal sehat yang menurutnya merupakan dasar yang menentukan. Kata Ibnu Rusyd, menyangkal keberadaan sebab efisien yang tampak  pada hal – hal yang terasa adalah menyesatkan. Orang yang mengingkari hal tersebut berarti mengingkari apa yang ada dalam pikiran dan lidahnya atau terbawa oleh keraguan yang menyesatkan.
4.      Hubungan sebab akibat dengan mukjizat
  Ibnu Rusyd membedakan antara dua mukjizat, yaitu mukjizat al – Barraniy dan mukjizat al – Jawwaniy. Mukjizat al – Barraniy adalah mukjizat yang diberikan kepada seorang nabi, tetapi tidak sesuai dengan risalah kenabiannya seperti tongkat Nabi Musa menjadi ular, Nabi Isa dapat menghidupkan orang mati dan lainnya. Sementara itu, mukjizat al – Jawwaniy adalah mukjizat yang diberikan kepada seorang nabi yang sesuai dengan risalah kenabiannya, seperti mukjizat Alquran bagi Nabi Muhammad. Mukjizat inilah yang dipandang sebagai mukjizat yang sesungguhnya, karena mukjizat jenis ini tidak dapat diungkapkan oleh ilmu pengetahuan dimana pun dan kapan pun.

  1. Kritik Ibn Rusyd Terhadap Emanasionisme Para Filosof Muslim
Dalam kritiknya Ia mengemukakan beberapa kelemahan, kesulitan dan pertentangan yang terdapat dalam ramuan Neoplatonisme tersebut sebagai berikut:
  1. Bahwa dari al – Fa’il al – Awwal (pencipta pertama) hanya memancar satu, bertentangan dengan pendapatnya sendiri bahwa yang memancar dari yang satu mesti memancar satu. Pendapat ini dapat diterima, kata Ibnu Rusyd, kalau saja dikatakannya bahwa yang banyak terdapat pada akibat pertama dan masing – masing dari yang banyak itu adalah yang pertama. Akan tetapi hal ini tidak mungkin karena akan memaksanya untuk mengatakan bahwa yang pertama itu adalah yang banyak.
  2. Akibat kurang ketelitian Al – Farabi dan Ibnu Sina, maka pendapat ini telah diikuti orang banyak, kemudian mereka menisbatkannya kepada para filosof, dalam hal ini Aristoteles, padahal mereka tidak berpendapat demikian. Lebih lanjut dikatakan Ibnu Rusyd bahwa pendapat ini merupakan khayalan dan keyakinan yang jauh lebih lemah daripada keyakinan teolog Muslim dan Ia tidak sejalan dengan prinsip – prinsip para filosof Muslim, bahkan tidak dapat memberikan kepuasan kepada kaum kitabi (awam) sekalipun.
  3. Menurut Ibnu Rusyd, prinsip – prinsip yang memancar dari prinsip ang lain sebagai dikemukakan, merupakan sesuatu yang tidak dikenal oleh filosof – filosof terdahulu. Karena yang mereka maksud bahwa prinsip – prinsip itu mempunyai maqamat tertentu dari prinsip yang pertama, dimana wujud prinsip – prinsip itu tidak sempurna tanpa maqam tersebut.

  1. Pengaruh Pemikiran Ibnu Rusyd di Eropa
Pokok pikiran Ibnu Rusyd yang istimewa adalah merekonsiliasikan antara agama (wahyu) dan filsafat (akal) atau secara kasarnya mempertemukan antara Aristoteles dan Muhammad. Usaha rekonsiliasi ini dipandang ciri terpenting dalam filsafat Islam. Menurut Ibnu Rusyd antara filsafat Islam dan agama tidak bertentangan, karena kebenaran tidaklah berlawanan dengan kebenaran tetapi saling memperkuat. Dengan kata lain, filsafat adalah saudara kembar agama, antara keduanya bagaikan sahabat yang pada hakikatnya saling mencintai.
Menurut Alwi Shihab, ada dua bentuk pendekatan yang dilakukan Ibnu Rusyd dalam meraih tujuan diatas. Masing – masing pendekatan ditulis dalam buku yang berbeda. Pendekatan pertama, Ia mulai dengan hasil penelitian filsafat, kemudian berakhir dengan menguraikan apa yang dijelaskan agama. Cara ini kita temukan dalam bukunya Fashl al – Maqal.
Pendekatan kedua, Ia mulai kajiannya dengan menjabarkan ajaran agama, kemudian beranjak dengan upaya rekonsiliasi dari hasil penelitian filsafat terhadap alam raya. Cara ini dijumpai dalam bukunya al – Kasyf’ an Manahij al – Adillat fi ‘Aqa’id al – Millat. Kendatipun bentuk pendekatan tersebut berbeda, tetapi pada dasarnya bertujuan sama, yaitu pembuktian terhadap paralelisme antara kebenaran filsafat dan kebenaran agama, meskipun dinyatakan dalam lambang dan idiom yang berbeda.

Sumber : Sirajuddin Zar.2004.Filsafat Islam : Filosof dan Filsafatnya.Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.