PERTEMUAN 10
Selasa, 20 Mei 2014
- Riwayat Hidup dan Karyanya
Nama
lengkap Ibnu Thufail adalah Abu Bakar Muhammad ibnu ‘Abd Al – Malik ibnu
Muhammad ibnu Muhammad ibnu Thufail. Ia dilahirkan di Cadix, Provinsi Granada,
Spanyol pada tahun 506 H/1110 M. Ibnu Thufail termasuk dalam keluarga suku Arab
terkemuka, Qais. Ibnu Thufail ahli dalam bidang kedokteran, matematika,
astronomi dan penyair. Karya tulis Ibnu Thufail yang dikenal orang sedikit
sekali. Karyanya yang terpopuler dan masih dapat ditemukan sampai sekarang iaah
Hayy ibn Yaqzhan (Roman Philosophique), yang judul lengkapnya Risalat
Hayy ibn Yaqshan fi Asrar al – Hikmat al – Masyriqiyyat. Ayy ibn
Yaqzan merupakan suatu ciptaan unik pemikiran filosofis ibn Tufail.
Bagaimanapun gagasan ini tidak seluruhnya baru . Sebelumnya Ibnu Sina telah
menulis suatu kisah dengan judul serupa.
Dalam karya Ibnu Sina, tujuan utamanya yaitu menunjukan bagaimana penderitaan seseorang
mendatangkan karunia tuhan dan menyebapkan terjadinya kemurnian jiwa. Sedang
tujuan ibnu Tufail adalah mendramatisasi perkembangan nalar teoritis dari
persepsi rasa yang masih kasar menjadi visi indah tentang tuhan.
- Filsafatnya
Filsafat
Ibnu Thufail memperlihatkan bahwa filsafatnya menunjukkan hubungan manusia
dengan Allah, manusia dengan manusia, manusia dengan alam sekitarnya dan
hubungan antara akal dan agama.
- Metafisika (Ketuhanan)
Dalam
membuktikan adanya Allah, Ibnu Thufail mengemukakan tiga argumen sebagai
berikut:
- Argumen gerak (al – harakat)
Gerak
alami menjadi bukti tentang adanya Allah, baik bagi orang yang meyakini alam
baharu maupun bagi orang yang meyakini alam kadim. Bagi orang yang meyakini
alam baharu, berarti alam ini sebelumnya tidak ada, kemudian menjadi ada. Untuk
menjadi ada, mustahil dirinya sendiri mengadakan. Oleh karena itu, mesti ada
penciptanya. Pencipta inilah yang menggerakan alam dari tidak ada menjadi ada,
yang disebutnya dengan Allah. Sementara itu, bagi orang yang menyakini alam
kadim, alam ini tidak didahului oleh tidak ada dan selalu ada, gerak alam ini
kadim, tidak berawal dan tidak berakhir.
- Argumen Materi dan bentuk
Argumen
ini dapat membuktikan adanya Allah, baik bagi orang yang meyakini alam kadim
maupun hadisnya. Argumen ini didasarkan pada ilmu fisika dan masih ada
korelasinya dengan dalil yang pertama. Thufail dalam kumpulan pokok pikiran
yang terkait antara satu dengan lainnya, yakni sebagai berikut:
1.
Segala
yang ada ini tersusun dari materi dan bentuk
2.
Setiap
materi membutuhkan bentuk
3.
Bentuk
tidak mungkin bereksistensi penggerak
4.
Segala
yang ada (maujud) untuk bereksistensi membutuhkan pencipta
- Argumen al – Ghaiyyat dan al –‘inayat al – Ilahiyyat
Argumen
ini berdasarkan pada kenyataan bahwa segala yang ada di dalam ini mempunyai
tujuan tertentu. Ini merupakan inayah dari Allah. Argumen ini pernah dikemukakan Al – Kindi dan
Ibnu Sina sebelumnya. Tampaknya argumen ini lebih banyak diilhami oleh ajaran
Islam. Tiga ‘illat (sebab) yang dikemukakan oleh Aristoteles, al –
Madat (materi), al – Shurat (bentuk) dan al – Fa’ilat (pencipta)
dilengkapi oleh Ibnu Sina dengan ‘llat al – ghaiyyat (sebab tujuan).
Ibnu
Thufail beserta para filosof yang lain yang berpegang dengan argumen ini,
sesuai dengan Qurani menolak bahwa alam diciptakan oleh Allah secara kebetulan.
Pencipta seperti itu bukan timbul dari Pencipta Yang Maha Bijaksana. Menurut
Ibnu Thufail, alam ini tersusun sangat rapi dan sangat teratur. Semua planet
dan bintang – bintang beredar secara teratur.
Dalam
hal zat dan sifat Allah, Ibnu Thufail sejalan dengan pendapat Mu’tazilah. Sifat
– sifat Allah Yang Maha Sempurna tidak berlainan dengan zat – Nya. Allah
mengetahui dan berkuasa bukan dengan sifat ilmu dan kudrat yang melekat pada
zat – Nya, tetapi dengan zat – Nya sendiri. Kendatipun sifat identik dengan zat, Ibnu
Thufail masih membuat rincian sifat Allah yang dibagi pada dua kelompok :
- Sifat – sifat yang menetapkan wujud zat Allah, seperti ilmu, kudrat dan hikmah. Sifat – sifat ini adalah zat – Nya sendiri. Hal ini untuk meniadakan ta’addud al – qudama (berbilangnya yang kadim) sebagaimana paham Mu’tazilah.
- Sifat salab , yakni sifat – sifat yang menafikan paham kebendaan dari zat Allah. Dengan demikian, Allah suci dari kaitan dengan kebendaan.
- Kosmologi Cahaya
Ibnu
Thufail percaya bahwa dari satu itu tidak ada apa – apa lagi kecuali satu itu.
seperti contoh : matahari menyinari sinarnya ke arah cermin pertama, lalu
cermin memantulkan kembali ke cermin kedua, pada dasarnya cahaya yang
dipantulkan hanya bersumber pada satu, yaitu dari matahari.
- Fisika
Menurut
Ibnu Thufail, alam ini kadim dan juga baharu. Alam kadim karena Allah
menciptakannya sejak azali, tanpa didahului oleh zaman. Dilihat dari esensinya,
alam adalah baharu karena terwujudnya alam bergantung pada zat Allah. Pandangan
Ibnu Thufail mengenai kadim dan baharunya alam, tampaknya merupakan kompromi
antara pendapat Aristoteles yang menyatakan alam kadim dengan ajaran kaum
ortodok Islam yang menyatakan alam baharu. Untuk jelasnya, Ibnu Thufail
memberikan contoh sebagai berikut:
Sebagaimana
ketika Anda menggenggam suatu benda, kemudian Anda gerakkan tangan Anda, maka
benda mesti bergerak mengikuti gerak tangan Anda. Gerakan benda tersebut tidak
terlambat di segi zaman dan hanya keterlambatan dari segi zat. Demikianlah alam
ini seluruhnya merupakan akibat dan diciptakan oleh Allah tanpa zaman.
- Jiwa
Mengenai
keabadian jiwa manusia dan hubungannya dengan Allah, Ibnu Thufail
mengelompokkan jiwa dalam tiga keadaan berikut:
- Jiwa yang sebelum mengalami kematian jasad telah mengenal Allah, mengagumi kebesaran dan keagungan – Nya dan selalu ingat kepada – Nya, maka jiwa seperti i ni akan kekal dalam kebahagiaan.
- Jiwa yang telah mengenal Allah, tetapi melakukan maksiat dan melupakan Allah, jiwa seperti ini akan abadi dalam kesengsaraan.
- Jiwa yang tidak pernah mengenal Allah selama hidupnya, jiwa ini akan berakhir sebagai hewan.
- Epistemologi
Dalam
epistemologi, Ibnu Thufail menjelaskan bahwa ma’rifat itu dimulai dari
pancaindra. Dengan pengamatan dan pengalaman dapat diperoleh pengetahuan
indrawi. Hal – hal yang bersifat metafisis dapat diketahui dengan akal intuisi.
Ma’rifat dilakukan dengan dua cara : pemikiran atau renungan akal, seperti yang
dilakukan para filosof muslim dan tasawuf, seperti yang biasa dilakukan oleh
kaum sufi. Kesesuaian antara nalar dan intuisi membentuk esensi epistemologi
Ibnu Thufail.
Ma’rifat
dengan kasyf ruhani menurut Ibnu Thufail, dapat diperoleh dengan latihan
– latihan rohani dengan penuh kesungguhan. Semakin tinggi latihan ini, ma’rifat
akan semakin jelas dan berbagai hakikat akan tersingkap. Sinar terang yang akan
menyenangkan akan melingkup orang yang melakukannya. Jiwanya menjadi sadar
sepenuhnya dan mengalami apa yang tidak pernah dilihat mata, didengar telinga,
dirasa oleh hati. Kasyf ruhani merupakan ekstase yang tidak dapat
dilukiskan dengan kata – kata sebab kata – kata hanya merupakan simbol – simbol
yang terbatas pada pengamatan indrawi. Menurut Ibnu Thufail, jiwa sebenarnya
tidak perlu di bentuk karena setiap manusia sudah memiliki imaji.
- Etika
Menurut
Ibnu Thufail, kebahagiaan bukanlah hanya sekedar kebahagiaan duniawi, tetapi
merupakan penyatuan kepada Tuhan (ikhlas) karena esensi kebahagiaan ada dua
yaitu :
- Melakukan sesuatu untuk diri sendiri
- Melakukan sesuatu untuk Tuhan dengan tujuan ibadah
- Rekonsiliasi Antara Filsafat dan Agama
Filsafat
yaitu pemahaman akal secara murni dengan realitas yang ada. Pandangan Ibnu
Thufail dalam hal ini yaitu agama diperuntukan oleh semua orang, sedangkan
filsafat hanya untuk orang yang ingin mendalaminya dan itu terbatas.
Melalui
Roman filsafat Hayy ibn Yaqzhan, Ibnu Thufail menekankan bahwa antara
filsafat dan agama tidak bertentangan, dengan kata lain, akal tidak
bertentangan dengan wahyu. Ibnu Thufail berusaha dengan penuh kesungguhan untuk
merekonsiliasikan antara filsafat dan agama. Hayy dalam roman filsafatnya, Ia
lambangkan sebagai akal yang dapat berkomunikasi dengan Allah. Sedangkan Absal,
Ia lambangkan sebagai wahyu dalam bentuk esoteris yang membawa hakikat.
Sementara Salman, Ia lambangkan sebagai wahyu dalam bentuk eksoteris, yang juga
membawa kebenaran. Kebenaran yang dihasilkan filsafat tidak bertentangan dengan
kebenaran yang dikehendaki agama karena
sumbernya sama, yakni Allah.
7. Pengaruh
Di antara karya ibn Tufail, hanya Hayy ibn Yaqzan saja lah yang masih ada
sekarag. Karya itu merupakan suatu roman filsafat pendek, tapi pengaruhnya
terhadap generasi berikutnya di Barat begitu besar sehingga karya tersebut
dianggap sebagai salah satu buku paling mengagumkan dari Zaman Pertengahan.
Risalah tersebut telah di terjemah kan kedalam bahasa Ibrani, Latin,
Inggris,Belanda, Perancis,Spanyol, Jerman,dan Rusia
Di antara murid-murid ibn Tufail abu Ishak al-Bitruji dan abu al-Walid
ibn Rusyid adalah yang paling menonjol. Dia berada di barisan depan dalam
bidang astronomi lewat al-Bitruji. Dalam bidang filsafat dan pengobatan dia
menguasai arena lewat ibn Rusydi.
Sumber :
Sirajuddin Zar.2004.Filsafat Islam:Filosof dan Filsafatnya.Jakarta:PT.Raja
Grafindo Persada.