Rabu, 21 Mei 2014

IBNU THUFAIL



PERTEMUAN 10
Selasa, 20 Mei 2014


  1. Riwayat Hidup dan Karyanya
Nama lengkap Ibnu Thufail adalah Abu Bakar Muhammad ibnu ‘Abd Al – Malik ibnu Muhammad ibnu Muhammad ibnu Thufail. Ia dilahirkan di Cadix, Provinsi Granada, Spanyol pada tahun 506 H/1110 M. Ibnu Thufail termasuk dalam keluarga suku Arab terkemuka, Qais. Ibnu Thufail ahli dalam bidang kedokteran, matematika, astronomi dan penyair. Karya tulis Ibnu Thufail yang dikenal orang sedikit sekali. Karyanya yang terpopuler dan masih dapat ditemukan sampai sekarang iaah Hayy ibn Yaqzhan (Roman Philosophique), yang judul lengkapnya Risalat Hayy ibn Yaqshan fi Asrar al – Hikmat al – Masyriqiyyat. Ayy ibn Yaqzan merupakan suatu ciptaan unik pemikiran filosofis ibn Tufail. Bagaimanapun gagasan ini tidak seluruhnya baru . Sebelumnya Ibnu Sina telah menulis suatu kisah dengan judul serupa.
Dalam karya Ibnu Sina, tujuan utamanya yaitu menunjukan bagaimana penderitaan seseorang mendatangkan karunia tuhan dan menyebapkan terjadinya kemurnian jiwa. Sedang tujuan ibnu Tufail adalah mendramatisasi perkembangan nalar teoritis dari persepsi rasa yang masih kasar menjadi visi indah tentang tuhan.

  1. Filsafatnya
Filsafat Ibnu Thufail memperlihatkan bahwa filsafatnya menunjukkan hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, manusia dengan alam sekitarnya dan hubungan antara akal dan agama.
  1. Metafisika (Ketuhanan)
Dalam membuktikan adanya Allah, Ibnu Thufail mengemukakan tiga argumen sebagai berikut:

  1. Argumen gerak (al – harakat)
Gerak alami menjadi bukti tentang adanya Allah, baik bagi orang yang meyakini alam baharu maupun bagi orang yang meyakini alam kadim. Bagi orang yang meyakini alam baharu, berarti alam ini sebelumnya tidak ada, kemudian menjadi ada. Untuk menjadi ada, mustahil dirinya sendiri mengadakan. Oleh karena itu, mesti ada penciptanya. Pencipta inilah yang menggerakan alam dari tidak ada menjadi ada, yang disebutnya dengan Allah. Sementara itu, bagi orang yang menyakini alam kadim, alam ini tidak didahului oleh tidak ada dan selalu ada, gerak alam ini kadim, tidak berawal dan tidak berakhir.

  1. Argumen Materi dan bentuk
Argumen ini dapat membuktikan adanya Allah, baik bagi orang yang meyakini alam kadim maupun hadisnya. Argumen ini didasarkan pada ilmu fisika dan masih ada korelasinya dengan dalil yang pertama. Thufail dalam kumpulan pokok pikiran yang terkait antara satu dengan lainnya, yakni sebagai berikut:
1.      Segala yang ada ini tersusun dari materi dan bentuk
2.      Setiap materi membutuhkan bentuk
3.      Bentuk tidak mungkin bereksistensi penggerak
4.      Segala yang ada (maujud) untuk bereksistensi membutuhkan pencipta

  1. Argumen al – Ghaiyyat dan al –‘inayat al – Ilahiyyat
Argumen ini berdasarkan pada kenyataan bahwa segala yang ada di dalam ini mempunyai tujuan tertentu. Ini merupakan inayah dari Allah.  Argumen ini pernah dikemukakan Al – Kindi dan Ibnu Sina sebelumnya. Tampaknya argumen ini lebih banyak diilhami oleh ajaran Islam. Tiga ‘illat (sebab) yang dikemukakan oleh Aristoteles, al – Madat (materi), al – Shurat (bentuk) dan al – Fa’ilat (pencipta) dilengkapi oleh Ibnu Sina dengan ‘llat al – ghaiyyat (sebab tujuan).
Ibnu Thufail beserta para filosof yang lain yang berpegang dengan argumen ini, sesuai dengan Qurani menolak bahwa alam diciptakan oleh Allah secara kebetulan. Pencipta seperti itu bukan timbul dari Pencipta Yang Maha Bijaksana. Menurut Ibnu Thufail, alam ini tersusun sangat rapi dan sangat teratur. Semua planet dan bintang – bintang beredar secara teratur.
Dalam hal zat dan sifat Allah, Ibnu Thufail sejalan dengan pendapat Mu’tazilah. Sifat – sifat Allah Yang Maha Sempurna tidak berlainan dengan zat – Nya. Allah mengetahui dan berkuasa bukan dengan sifat ilmu dan kudrat yang melekat pada zat – Nya, tetapi dengan zat – Nya sendiri.  Kendatipun sifat identik dengan zat, Ibnu Thufail masih membuat rincian sifat Allah yang dibagi pada dua kelompok :
  1. Sifat – sifat yang menetapkan wujud zat Allah, seperti ilmu, kudrat dan hikmah. Sifat – sifat ini adalah zat – Nya sendiri. Hal ini untuk meniadakan ta’addud al – qudama (berbilangnya yang kadim) sebagaimana paham Mu’tazilah.
  2. Sifat salab , yakni sifat – sifat yang menafikan paham kebendaan dari zat Allah. Dengan demikian, Allah suci dari kaitan dengan kebendaan.

  1. Kosmologi Cahaya
Ibnu Thufail percaya bahwa dari satu itu tidak ada apa – apa lagi kecuali satu itu. seperti contoh : matahari menyinari sinarnya ke arah cermin pertama, lalu cermin memantulkan kembali ke cermin kedua, pada dasarnya cahaya yang dipantulkan hanya bersumber pada satu, yaitu dari matahari.

  1. Fisika
Menurut Ibnu Thufail, alam ini kadim dan juga baharu. Alam kadim karena Allah menciptakannya sejak azali, tanpa didahului oleh zaman. Dilihat dari esensinya, alam adalah baharu karena terwujudnya alam bergantung pada zat Allah. Pandangan Ibnu Thufail mengenai kadim dan baharunya alam, tampaknya merupakan kompromi antara pendapat Aristoteles yang menyatakan alam kadim dengan ajaran kaum ortodok Islam yang menyatakan alam baharu. Untuk jelasnya, Ibnu Thufail memberikan contoh sebagai berikut:
Sebagaimana ketika Anda menggenggam suatu benda, kemudian Anda gerakkan tangan Anda, maka benda mesti bergerak mengikuti gerak tangan Anda. Gerakan benda tersebut tidak terlambat di segi zaman dan hanya keterlambatan dari segi zat. Demikianlah alam ini seluruhnya merupakan akibat dan diciptakan oleh Allah tanpa zaman.

  1. Jiwa
Mengenai keabadian jiwa manusia dan hubungannya dengan Allah, Ibnu Thufail mengelompokkan jiwa dalam tiga keadaan berikut:
  1. Jiwa yang sebelum mengalami kematian jasad telah mengenal Allah, mengagumi kebesaran dan keagungan – Nya dan selalu ingat kepada – Nya, maka jiwa seperti i ni akan kekal dalam kebahagiaan.
  2. Jiwa yang telah mengenal Allah, tetapi melakukan maksiat dan melupakan Allah, jiwa seperti ini akan abadi dalam kesengsaraan.
  3. Jiwa yang tidak pernah mengenal Allah selama hidupnya, jiwa ini akan berakhir sebagai hewan.

  1. Epistemologi
Dalam epistemologi, Ibnu Thufail menjelaskan bahwa ma’rifat itu dimulai dari pancaindra. Dengan pengamatan dan pengalaman dapat diperoleh pengetahuan indrawi. Hal – hal yang bersifat metafisis dapat diketahui dengan akal intuisi. Ma’rifat dilakukan dengan dua cara : pemikiran atau renungan akal, seperti yang dilakukan para filosof muslim dan tasawuf, seperti yang biasa dilakukan oleh kaum sufi. Kesesuaian antara nalar dan intuisi membentuk esensi epistemologi Ibnu Thufail.
Ma’rifat dengan kasyf ruhani menurut Ibnu Thufail, dapat diperoleh dengan latihan – latihan rohani dengan penuh kesungguhan. Semakin tinggi latihan ini, ma’rifat akan semakin jelas dan berbagai hakikat akan tersingkap. Sinar terang yang akan menyenangkan akan melingkup orang yang melakukannya. Jiwanya menjadi sadar sepenuhnya dan mengalami apa yang tidak pernah dilihat mata, didengar telinga, dirasa oleh hati. Kasyf ruhani merupakan ekstase yang tidak dapat dilukiskan dengan kata – kata sebab kata – kata hanya merupakan simbol – simbol yang terbatas pada pengamatan indrawi. Menurut Ibnu Thufail, jiwa sebenarnya tidak perlu di bentuk karena setiap manusia sudah memiliki imaji. 

  1. Etika
Menurut Ibnu Thufail, kebahagiaan bukanlah hanya sekedar kebahagiaan duniawi, tetapi merupakan penyatuan kepada Tuhan (ikhlas) karena esensi kebahagiaan ada dua yaitu :
  1. Melakukan sesuatu untuk diri sendiri
  2. Melakukan sesuatu untuk Tuhan dengan tujuan ibadah

  1. Rekonsiliasi Antara Filsafat dan Agama
Filsafat yaitu pemahaman akal secara murni dengan realitas yang ada. Pandangan Ibnu Thufail dalam hal ini yaitu agama diperuntukan oleh semua orang, sedangkan filsafat hanya untuk orang yang ingin mendalaminya dan itu terbatas.
Melalui Roman filsafat Hayy ibn Yaqzhan, Ibnu Thufail menekankan bahwa antara filsafat dan agama tidak bertentangan, dengan kata lain, akal tidak bertentangan dengan wahyu. Ibnu Thufail berusaha dengan penuh kesungguhan untuk merekonsiliasikan antara filsafat dan agama. Hayy dalam roman filsafatnya, Ia lambangkan sebagai akal yang dapat berkomunikasi dengan Allah. Sedangkan Absal, Ia lambangkan sebagai wahyu dalam bentuk esoteris yang membawa hakikat. Sementara Salman, Ia lambangkan sebagai wahyu dalam bentuk eksoteris, yang juga membawa kebenaran. Kebenaran yang dihasilkan filsafat tidak bertentangan dengan kebenaran yang dikehendaki  agama karena sumbernya sama, yakni Allah. 


7. Pengaruh
Di antara karya ibn Tufail, hanya Hayy ibn Yaqzan saja lah yang masih ada sekarag. Karya itu merupakan suatu roman filsafat pendek, tapi pengaruhnya terhadap generasi berikutnya di Barat begitu besar sehingga karya tersebut dianggap sebagai salah satu buku paling mengagumkan dari Zaman Pertengahan. Risalah tersebut telah di terjemah kan kedalam bahasa Ibrani, Latin, Inggris,Belanda, Perancis,Spanyol, Jerman,dan Rusia  
      Di antara murid-murid ibn Tufail abu Ishak al-Bitruji dan abu al-Walid ibn Rusyid adalah yang paling menonjol. Dia berada di barisan depan dalam bidang astronomi lewat al-Bitruji. Dalam bidang filsafat dan pengobatan dia menguasai arena lewat ibn Rusydi.

Sumber : Sirajuddin Zar.2004.Filsafat Islam:Filosof dan Filsafatnya.Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada.

 

Minggu, 11 Mei 2014

TOO WEIRD TO LIVE, TOO RARE TO DIE

POLANDIA



GERMANY

MR.VALERY MALIKHYN - SIBERIA, RUSSIA

RIEKE HABFAST - THURINGEN, GERMANY

JENNIFER DRUMMOND - ALABAMA, USA

KELLY BURNINGHAM - ONTARIO, CANADA

AMBER ARENDT - PENNSYLVANIA, USA

SARAH DAVIS - MICHIGAN, USA

Kamis, 08 Mei 2014

IBNU BAJJAH




PERTEMUAN KE 9
Selasa, 6 Mei 2014
  1. Riwayat Hidup dan Karyanya
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad ibnu Yahya ibnu Al – Sha’igh yang lebih terkenal dengan nama Ibnu Bajjah. Orang Barat menyebutnya Avenpace. Ia dilahirkan di Saragosa (Spanyol) pada akhir abad ke 5 H/ abad ke 11 M. Ibnu Bajjah bukan hanya seorang filosof ansich, tetapi juga Ia seorang saintis yang menguasai beberapa disiplin ilm pengetahuan seperti kedokteran, astronomi, fisika, musikus dan matematika. Ia juga aktif dalam  dunia politik, sehingga Gubernur Saragossa Daulat Al – Murabith, Abu Bakar ibnu Ibrahim Al – Sahrawi mengangkatnya menjadi wazir.
  1. Karya Tulisnya
Karya tulis Ibnu Bajjah yang terpenting dalam bidang filsafat adalah sebagai berikut:
  1. Kitab Tadbir al – Mutawahhid, ini adalah kitab yang paling populer dan penting dari seluruh karya tulisnya. Kitab ini berisikan akhlak dan politik serta usaha – usaha individu menjauhkan diri dari segala macam keburukan – keburukan dalam masyarakat negara yang disebutnya sebagai Insan Muwahhid (manusia penyendiri).
  2. Risalat al – Wada’, risalah ini membahas Penggerak Pertama (Tuhan), manusia, alam dan kedokteran.
  3. Risalat al – Ittishal, risalah ini menguraikan tentang hubungan manusia dengan Akal Fa’al.
  4. Kitab al – Nafs, kitab ini menjelaskan tentang jiwa.

  1. Keadaan Sosio – Kultural
Sebelum Islam masuk ke Andalus wilayah ini kosong dari  ilmu pengetahuan dan filsafat. Tidak satu pun penduduknya memiliki ketenaran di bidang ilmu pengetahuan. Di kala itu hanya baru ada monumen – monumen kuno yang dibangun oleh raja – raja romawi. Dengan kata lain, sekalipun ada peradaban, boleh dikatakan amat sederhana. Karena itu, pendapat Montgomery Watt dapat diterima ketika Ia menyatakan bahwa pengaruh budaya Islam di Eropa terjadi setelah kaum Muslimi menaklukan Spanyol dan Sisilia. Tepatnya kegiatan intelektual ini mulai dikembangkan pada abad ke 9 H di bawah pemerintahan Muhammad ibnu Abdur Rahman (852 – 886 H).
  1. Filsafat Ibnu Bajjah
  1. Metafisika (Ketuhanan)
Menurut Ibnu Bajjah,segala sesuatu yang ada terbagi menjadi dua : yang bergerak dan tidak bergerak. Yang bergerak adalah jisim (materi) yang sifatnya finite (terbatas). Gerak terjadi dari perbuatan yang menggerakan terhadap yang digerakkan. Gerakan ini digerakkan pula oleh gerakan yang lain, yang akhir rentetan gerakan ini digerakan oleh penggerak yang tidak bergerak, dalam arti penggerak yang tidak berubah yang berbeda dengan jisim (materi). Penggerak ini bersifat azali. Gerak jisim mustahil timbul dari substansinya sendiri sebab Ia terbatas. Oleh karena itu, gerakan ini mesti berasal dari gerakan yang infinite (tidak terbatas) yang oleh Ibnu Bajjah disebut ‘aql. Ibnu Bajjah juga mendasarkan filsafat metafisikanya pada fisika. Argumen adanya Allah adalah dengan adanya gerakan alam ini. Jadi Allah adalah azali dan gerakannya bersifat tidak terbatas.

  1. Materi dan Bentuk
Menurut Ibnu Bajjah, materi tidak mungkin bereksistensi tanpa bentuk. Sementara itu, bentuk bisa bereksistensi dengan sendirinya tanpa materi. Jika tidak, secara pasti kita tidak mungkin dapat menggambarkan adanya modifikasi pada benda. Perubahan – perubahan tersebut adalah suatu kemungkinan dan inilah yang dimaksud dengan pengetian bentuk materi. Setiap materi, menurut Ibnu Bajjah memiliki tiga bentuk yaitu bentuk rohani umum atau bentuk intelektual, bentuk khusus dan bentuk fisik.

  1. Jiwa
Menurut Ibnu Bajjah, setiap manusia memiliki satu jiwa. Jiwa ini tidak mengalami perubahan sebagaimana jasmani. Jiwa menurut Ibnu Bajjah adalah jauhar rohani, akan kekal setelah mati. Akal, daya berpikir bagi jiwa adalah satu bagi setiap orang yang berakal. Ia dapat bersatu dengan Akal Fa’al yang diatasnya dengan jalan ma’rifah filsafat. 

  1. Akal dan Ma’rifah
Ibnu Bajjah menempatkan akal dalam posisi yang sangat penting. Akal menurut Ibnu Bajjah terdiri dari dua jenis:
  1. Akal teoritis. Akal ini diperoleh hanya berdasarkan pemahaman terhadap sesuatu yang konkret atau abstrak.
  2. Akal praktis. Akal ini diperoleh melalui penyelidikan sehingga menemukan ilmu pengetahuan.

  1. Akhlak
Ibnu Bajjah membagi perbuatan manusia menjadi perbuatan hewani dan manusiawi. Perbuatan hewani didasarkan pada dorongan naluri untuk memenuhi dorongan – dorongan dan keinginan hawa nafsu. Sementara itu, perbuatan manusiawi adalah perbuatan yang didasarkan atas pertimbangan rasio dan kemauan yang bersih lagi luhur.
Secara ringkas, Ibnu Bajjah membagi tujuan perbuatan manusia menjadi tiga tingkat yakni:
a.       Tujuan Jasmaniah, dilakukan atas dasar kepuasan rohaniah. Pada tujuan ini manusia sama derajatnya dengan hewan.
b.      Tujuan Rohaniah khusus, dilakukan atas dasar kepuasan rohaniah. Tujuan ini akan melahirkan keutamaan akhlaqiyah dan aqliyah.
c.       Tujuan Rohaniah umum (rasio), dilakukan atas dasar kepuasan pemikiran untuk dapat berhubungan dengan Allah. Inilah tingkat manusia yang sempurna dan taraf inilah yang ingin dicapai manusia penyendiri Ibnu Bajjah.

  1. Politik
Pandangan politik Ibnu Bajjah dipengaruhi oleh pandangan politik Al – Farabi. Sebagaimana Al – Farabi dalam buku Ara’ Ahl al – Madinat al – Fadhilat, Ia  juga membagi negara menjadi negara utama atau sempurna dan negara yang tidak sempurna seperti jahilah, fasiqah dan lainnya. Pendapat Ibnu Bajjah ini sejalan dengan Al – Farabi. Perbedaannya hanya terletak pada penekanannya. Al – Farabi titik tekannya pada kepala negara, sedangkan Ibnu Bajjah titik tekannya pada warga negara. Warga negara utama, menurut Ibnu Bajjah, mereka tidak lagi memerlukan dokter dan hakim. Sebab mereka hidup dalam keadaan puas terhadap segala rezeki yang diberikan Allah,yang dalam istilah agama disebut dengan al – qana’ah.   Mereka tidak mau memakan makanan yang akan merusak kesehatan. Mereka juga hidup salng mengasihi, saling menyayangi dan saling menghormati. Oleh karena itu, tidaklah akan ditemukan perselisihan antara mereka. Mereka seluruhnya mengerti undang – undang negara dan mereka tidak mau melanggarnya.

  1. Manusia Penyendiri
Al – Mutawahhid ialah manusia penyendiri. Dengan kata lain, seseorang atau beberapa orang yang mengasingkan diri masing – masing secara sendiri – sendiri, tidak berhubungan dengan orang lain. Berhubungan dengan orang lain tidak dimungkinkan sebab dikhawaktirkan akan terpengaruh dengan perbuatan yang tidak baik. Sementara itu, Al – Mutawahhid yang dimaksud Ibnu Bajjah ialah seorang filosof atau beberapa orang filosof hidup meneyendiri pada salah satu negara dari negara yang tidak sempurna seperti negara Fasiqah dan Jahilah. Negara yang ideal atau sempurna menurut Ibnu Bajjah adalah negara yang memiliki kedaulatan (memiliki demokrasi). Sedangkan negara yang tidak ideal adalah negara yang sistemnya diperintah oleh pemimpin negara dengan sesuka kehendaknya tanpa memperhatikan rakyatnya (otoritarian).

Sumber : Sirajuddin Zar.2004.Filsafat Islam : Filosof dan Filsafatnya.Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.