Pertemuan 5
Selasa, 15 April 2014
- Sejarah Lahir dan Karyanya
Nama lengkap Al
– Razi adalah Abu Bakar Muhammad Ibnu Zakaria ibnu Yahya Al –Razi. Dalam wacana
keilmuan Barat, Ia dikenal sebagai Rhazes. Ia dilahirkan di Rayy, sebuah kota
tua yang masa lalu bernama Rhogee, dekat Teheran. Pada masa mudanya, Ia pernah
menjadi tukang intan, penukar uang dan pemain kecapi. Kemudian Ia menaruh
perhatian yang besar terhadap ilmu kimia dan meninggalkannya setelah matanya
terserang penyakit akibat eksperimen – eksperimen yang dilakukannya. Setelah
itu, Ia beralih dan mendalami ilmu kedokteran dan filsafat. Disiplin ilmu Al –
Razi meliputi ilmu falak, matematika, kimia, kedokteran dan filsafat. Ia lebih
terkenal sebagai ahli kimia dan ahli kedokteran dibanding sebagai seorang
filosof. Al – Razi juga memiliki disiplin ilmu metafisika, teologi, alkimia,
atheisme dan campuran.
- Karya Tulisnya
Dalam
autobiografinya, pernah Ia mengatakan bahwa Ia telah menulis kurang dari 200
buah karya tulis dalam berbagai bidang pengetahuan. Karya tulisnya dalam bidang
kimia yang terkenal adalah kitab al – Asrar yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Latin oleh Geard fo Cremon. Dalam bidang medis karyanya yang terbesar
adalah al – Hawi yang merupakan ensiklopedia ilmu kedokteran dan
diterjemahkan dalam bahasa Latin dengan judul Continens yang tersebar
luas dan menjadi buku pegangan utama
dikalangan kedokteran Eropa sampai abad 17 M.
Bukunya
dibidang kedokteran juga ialah al – Mansure Liber al – Mansoris 10 jilid
disalin kedalam berbagai bahasa Barat sampai abad XV M. Kitab al – Judar wa al
– Hasbah, tulisannya yang berisikan analisis tentang penyakit cacar dan
campak berserta pencegahannya diterjemahkan orang ke dalam berbagai bahasa
barat dan terakhir ke dalam bahasa Inggris tahun 1847 M. Kemudian buku –
bukunya yang lain adalah al – Thibb al – Ruhani, al – Sirah al – Falsafiah. Namun
amat disayangkan karya tulis Al – Razi lebih banyak yang hilang daripada yang
masih ada sehingga sulit mencantumkan nama buku dan isinya satu per satu. Kitab
– kitab Al – Razi yang lain yakni Amarat Iqbal al – Daulah, Kitab al –
Ladzdzah, Kitab al – Ilm al – Ilahi, Maqalah fi ma ba’ad al – Tabiah dan Al –
Syukuk ‘ala Proclus.
- Filsafatnya
Filsafat Razi terkenal dengan
ajarannya Lima yang Kekal, yakni:
- Al – Bary Ta’ala ( Allah Ta’ala)
Menurut Al –
Razi, Allah maha pencipta dan pengatur seluruh alam ini. alam diciptakan Allah
bukan dari tidak ada, tetapi dari bahan yang telah ada. Oleh karena itu,
menurutnya Alam semesta tidak kadim, baharu, meskipun materi asalnya kadim,
sebab penciptaan disini dalam arti disusun dari bahan yang telah ada.
- Al – Nafs al – Kulliyyat (jiwa universal)
Jiwa universal
merupakan al – Mabda al – qadim al – sany (sumber kekal yang kedua).
Padanya terdapat daya hidup dan bergerak, sulit diketahui karena Ia tanpa rupa,
tetapi karena Ia dikuasai naluri untuk bersati dengan materi pertama,
terjadilah pada zatnya rupa yang dapat menerima fisik. Sementara itu, materi
pertama tanpa fisik, Allah datang menolong roh dengan menciptakan alam semesta
termasuk tubuh manusia yang ditempati roh.
Perlu dijelaskan bahwa roh menurut
Ibnu Manzhur berarti jiwa, badan halus. Alasan yang dikemukakan ialah, roh
berasal dari kata ra-wa-ha atau ra-ha yang berarti udara atau
wangi. Jadi roh adalah zat yang halus seperti udara.
- Al – Hayula al – Ula (materi pertama)
Materi pertama
adalah kekal (jauhar qadim). Ia disebut juga hayula muthlaq (materi
mutlak), yang tidak lain adalah atom – atom yang tidak bisa dibagi – bagi. Atom
– atom yang tidak terbagi itu, menurut Al – Razi mempunyai volume. Oleh karena
itu, Ia dapat dibentuk. Dengan penyusunan atom – atom tersebut terbentuklah
alam dunia. Partikel – partikel materi alam menentukan kualitas – kualitas
primer dari materi tersebut. Partikel yang lebih padat menjadi unsur tanah,
partikel yang lebih renggang menjadi unsur air, partikel yang lebih renggang
lagi menjadi unsur udara dan yang jauh lebih renggang menjadi unsur api.
Untuk memperkuat argumennya tentang
kekekalan materi, Al – Razi memajukan dua argumen yaitu:
- Adanya penciptaan mengharuskan adanya pencipta.
- Ketidakmungkinan penciptaan dari creatio ax nihilo.
- Al – Makan al – Muthlaq (tempat atau ruang absolut)
Ruang menurut Al – Razi dapat
dibedakan menjadi dua macam, yakni:
- Ruang partikular (al – makan al – juz’i), ruang ini terbatas dan terikat dengan sesuatu wujud yang menempatinya. Ruang ini tidak akan ada tanpa adanya maujud sehingga Ia tidak bisa dipahami secara terpidah dengan maujud. Ruang partikular ini akan terbatas dengan terbatasnya maujud, berubah dan lenyap sesuai dengan keadaan maujud yang ada didalamnya.
- Ruang universal (al – makan al – kully), ruang ini tidak terikat dengan maujud dan tidak terbatas. Ruang ini menurut Al – Razi, bisa saja berisi wujud atau yang bukan wujud karena adanya kehampaan bisa saja terjadi.
- Al – Zaman al – Muthlaq (masa absolut)
Zaman menurut
Al – Razi dapat dibedakan menjadi waktu mutlak (tak terbatas) dan waktu mahshur
(terbatas).untuk yang pertama, Ia sebut dengan al – dahr, bersifat
kadim dan subtans yang bergerak atau mengalir. Sementara itu, waktu mahshur
adalah waktu yang berlandaskan pada pergerakan planet – planet, perjalanan
bintang – bintang dan mentari. Waktu terbatas ini tidak kekal yang Ia sebut
dengan al – waqt.
- Akal, Kenabian dan Wahyu
Akal menurut Al
– Razi adalah karunia Allah yang tersebar untuk manusia. Dengan akal, manusia
dapat memperoleh manfaat sebanyak – banyaknya, bahkan dapat memperoleh
pengetahuan tentang Allah. Oleh sebab itu, manusia tidak boleh menyia – nyiakan
dan mengekangnya, tetapi harus memberikan kebebasan padanya dan harus merujuknya
dalam segala hal.
Berikut merupakan gagasan – gagasan
Al – Razi :
- Tidak percaya pada wahyu
- Alquran bukan mukjizat
- Tidak percaya pada nabi – nabi
- Adanya hal – hal yang kekal selain dari Allah
Dalam pada itu, Badawi menerangkan
alasan – alasan Al – Razi dalam menolak kenabian sebagai berikut:
- Akal sudah memadai untuk membedakan antara yang baik dan yang jahat, yang berguna dan tidak berguna. Dengan akal saja manusia mampu mengetahui Allah dan mengatur kehidupannya dengan sebaik – baiknya.
- Tidak ada alasan yang kuat bagi pengistimewaan beberapa orang untuk membimbing semua orang karena semua orang lahir dengan kecerdasan yang sama. Perbedaan manusia bukan karena pembawaan alamiah, tetapi karena pengembangan dan pendidikan.
- Para nabi saling bertentangan. Pertentangan tersebut seharusnya tidak ada jika mereka berbicara atas nama satu Allah.
Mengapa Al –
Razi menolak kenabian? Karena nabi dan rasul diberikan wahyu dalam waktu yang
berbeda dan tidak bersamaan, sehingga biasanya terjadi pertentangan antara masing
– masing pengikut nabi, seperti pengiku Nabi Khidir dan Nabi Musa. Pada
intinya, kenabian bukan soal alam pikiran, tetapi soal keyakinan dan keyakinan
itu ada dalam hati kita.
Al – Razi
merupakan seorang yang bertuhan tetapi Ia tidak mempercayai wahyu dan kenabian.
Al – Razi berpendapat bahwa seorang filosof harus moderat, tidak terlalu
menyendiri dan tidak terlalu menurutkan hawa nafsu. Ada dua batas dalam hidup ini, yaitu batas tertinggi
dan batas terendah. Batas tertinggi adalah batas yang tidak boleh dilampau oleh
para filosof, yakni berpantangan dari kesenangan yang dapat diperoleh hanya
dengan melakukan ketidakadilan dan melakukan hal – hal yang bertentangan dengan
akal. Sedangkah batas terendah adalah memakan sesuatu yang tidak membahayakan
atau menyebabkan sakit dan memakai pakaian yang cukup untuk melindungi kulitnya
dan sebagainya.
Memang harus
diakui bahwa Al – Razi memberi perhatian dan kepercayaan yang cukup besar
kepada akal. Indikasi ke arah ini dapat dilihat bahwa Ia menulis tentang akal
pada bab tersendiri dalam bukunya al – Thibb al – Ruhani. Namun, tidak
sampai Ia meletakan wahyu di bawah akal, apalagi tidak percaya pada wahyu.
Kasus Al – Razi ini hampir sama dengan apa yang terjadi pada tokoh pembaharu
dari India Ahmad Khan (1817 – 1889 M).
Kepercayaan
terhadap hukum alam ciptaan Allah menyebabkan Ia dituduh kafir. Padahal Ia
bukan tidak mengakui kehendak mutlak Allah, namun yang Ia katakan bahwa alam
semesta ini diatur dan berjalan sesuai dengan aturan yang sudah ditetapkan
berdasarkan kehendak mutlak – Nya. Hal ini dimaksudkan agar umat Islam dapat
berpikir rasional dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Alasannya ilmu
pengetahuan dapat berkembang adalah berdasarkan pada fenomena yang tetap di
alam.
Sumber : Zar,Sirajuddin.2004.Filsafat
Islam:Filosof dan Filsafatnya.Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.