BAB I
PENDAHULUAN
- Ambiguitas Tujuan Organisasi Media
Kebanyakan
organisasi memiliki tujuan yang campur aduk dan jarang dinyatakan secara
terbuka. Media massa bukanlah perkecualian dan bahkan dapat menjadi lebih
ambigu dalam hal ini, dalam teori organisasional, pembedaan sering dibuat
antara tujuan organisasional yang normatif dan yang fungsional. Organisasi
fungsional bertujuan untuk memproduksi dan menyediakan barang – barang dan
layanan material untuk kepentingan finansial, sementara organisasi normatif bertujuan
memajukan suatu nilai atau meraih kondisi dengan nilai tertentu, berdasarkan
komitmen sukarela para partisipannya. Posisi organisasi media massa dalam
pengelompokan ini tidak jelas karena mereka sering memiliki campuran antara
tujuan dan bentuk operasi normatif dan fungsional. Kenyakan media dijalankan
sebagai bisnis, tetapi sering kali dengan suatu tujuan ideal dan sebagian media
dijalankan terutama demi tujuan – tujuan budaya atau sosial tanpa mencari
keuntungan. Misalnya, organisasi penyiaran publik (terutama di Eropa) umumnya
memiliki bentuk organisasi birokratis, tetapi dengan tujuan budaya dan sosial
nonprofit.
Sebuah
elemen bersama dalam semua teori pers normatif yang adalah bahwa media harus
memenuhi pertama – tama kebutuhan dan kepentingan khalayak mereka dan
selanjutnya adalah kepentingan klien dan negara. Karena media terus bergantung
pada pilihan sukarela khalayak mereka, jika mereka harus efektif atau
mendapatkan keuntungan, prinsip ini memiliki basis yang berakal sehat dan hal
tersebut sesuai dengan pandangan media sendiri.
Tunstall (1971)
menggambarkan tujuan organisasional jurnalisme media dalam pengertian ekonomi,
membedakan antara sasaran pendapatan dan sasaran non pendapatan. Hal terakhir
mengacu pada tujuan – tujuan tanpa aspek finansial langsung, seperti memperoleh
prestise, memantapkan pengaruh atau kekuatan atas masyarakat, atau meraih suatu
tujuan normatif. Jenis utama sasaran pendapatan ada dua yakni memperoleh
pemasukan dari penjualan angsung kepada konsumen dan dari menjual ruang untuk
pengiklan. Tujuan – tujuan utama dari organisasi media yakni laba, prestise dan
pengaruh sosial, memaksimalkan khalayak, sasaran dari berbagai bidang (politik,
agama, budaya) dan melayani kepentingan publik.
- Hubungan Media Dengan Kelompok – kelompok Kepentingan dan Tekanan
Hubungan antara
media dan masyarakat sering kali diperantarai oleh serangkaian luas kelompok
tekanan yang lebih atau kurang informal, tetapi terorganisasi yang berusaha
memengaruhi secara langsung apa yang dilakukan media, terutama dengan berusaha
menetapkan batasan terhadap apa yang dipublikasikan. Terdapat banyak contoh
akan badan – badan mapan, seperti badan keagamaan, badan pekerja atau badan
politik yang mengajukan keluhan dan melakukan lobi tentang beraneka isu, sering
kali berhubungan dengan masalah moralitas, bias yang dianggap politis atau
representasi minoritas. Di banyak negara, ada tekanan sosial dan hukum terhadap
media untuk menjadi lebih positif terhadap segala macam minoritas, termasuk
kelompok etnis, perempuan, gay dan lesbian, dan lebih sensitif terhadap cacat,
tunawisma dan orang – orang yang mentalnya terbelakang.
Meski media
biasanya berhati – hati dalam menangani tekanan seperti ini dan enggan
menyerahkan otonomi mereka, ada bukti keberhasilan pihak – pihak luar dalam
memengaruhi konten. Biasanya akses bergantung pada legitimasi yang dirasakan
akan klaim yang diperdengarkan. Akses juga dapat diberikan dimana kepentingan
komersial media tersebut mungkin terancam oleh publisitas yang buruk.
- Hubungan Media Dengan Pemilik dan Klien
Isu utama yang
muncul adalah sampai mana jangkauan organisasi dapat megklaim untuk menegakkan
otonomi dalam hubungannya pertama dengan para pemilik dan kedua dengan pihak
yang terkait langsung secara ekonomis di dalam lingkungan mereka, terutama
mereka yang menyediakan dana operasional, yaitu investor, pengiklan dan
sponsor. Selain itu, tidak ada keraguan bahwa pemilik dalam media berbasis
pasar memiliki kekuasaan pasar mutlak atas konten dan dapat meminta apa yang
ingin mereka masukkan atau keluarkan. Terlepas dari itu, terdapat kecenderungan
tidak terhindarkan bagi para pemilik media baru untuk menetapkan garis besar
kebijakan yang sangat mungkin akan diikuti oleh staf editorial yang mereka
pekerjakan. Bisa juga terjadi tekanan tidak langsung dan informal atas isu
tertentu yang berarti bagi pemilik (misalnya berhungan dengan kepentingan
bisnis lain mereka).[1]
- Teori Hirarki Pengaruh Isi Media dan Hubungannya Dalam Sosiologi Komunikasi Massa
Teori hirarki
pengaruh isi media diperkenalkan oleh Pamela J Shoemaker dan Stephen D. Reese.
Teori ini menjelaskan tentang pengaruh terhadap isi dari dari suatu pemberitaan
media oleh pengaruh internal dan eksternal. Shoemaker dan Reese membagi kepada
beberapa level pengaruh isi media. Yaitu pengaruh dari individu pekerja media (
individual
level), pengaruh dari rutinitas media (media routines level), pengaruh
dari organisasi media ( organizational level), pengaruh
dari luar media (extra media level), dan yang
terakhir adalah pengaruh ideologi (ideology level).
Asumsi dari
teori ini adalah bagaimana isi pesan media yang disampaikan kepada khalayak
adalah hasil pengaruh dari kebijakan internal organisasi media dan pengaruh
dari eksternal media itu sendiri. Pengaruh internal pada konten media
sebenarnya berhubungan dengan kepentingan dari pemilik media, individu wartawan
sebagai pencari berita, rutinitas organisasi media. Sedangkan faktor eksternal
yang berpengaruh pada konten media berhubungan dengan para pengiklan,
pemerintah masyarakat dan faktor eksternal lainnya.
Stephen D.
Reese mengemukakan bahwa isi pesan media atau agenda media merupakan hasil
tekanan yang berasal dari dalam dan luar organisasi media. Dengan kata lain,
isi atau konten media merupakan kombinasi dari program internal, keputusan manajerial
dan editorial, serta pengaruh eksternal yang berasal dari sumber-sumber
nonmedia, seperti individu-individu berpengaruh secara sosial, pejabat
pemerintah, pemasang iklan dan sebagainya.
- Level Pengaruh Individu Pekerja Media
Pemberitaan
suatu media dan pembentukan konten media tidak terlepas dari faktor individu
seorang pencari berita atau jurnalis. Arah pemberitaan dan unsur-unsur yang
diberitakan tidak dapat dilepaskan dari seorang jurnalis. Pada pembahasan kali
ini kita akan mendiskusikan tentang potensi yang mempengaruhi isi dari sebuah
media massa dilihat dari faktor intra seorang jurnalis. Faktor-faktor seperti
faktor latar belakang dan karakteristik dari seorang pekerja media atau
jurnalis, perilaku,nilai dan kepercayaan dari seorang jurnalis dan yang
terakhir adalah orientasi dari seorang jurnalis
Faktor
individual dari seorang pekerja media sangat mempengaruhi pemberitaan sebuah
media, ini dikarenakan seorang jurnalis sebagai pencari berita dan dapat
mengkonstruk pemberitaan sebuah media. Seorang jurnalis sebagai sosok yang
mengumpulkan dan membuat sebuah berita dapat dilihat dari segi personalnya.
Salah satu faktor yang membentuk level individual dari teori hirarki pengaruh
ini adalah faktor latar belakang dan karakteristik.
Faktor latar
belakang dan karakteristik dari seorang pekerja media menurut Shoemaker dan
Reese dibentuk oleh beberapa faktor yaitu masalah gender atau jenis kelamin
dari jurnalis, etnis, orientasi seksual,faktor pendidikan dari sang jurnalis
dan dari golongan manakah jurnalis tersebut, orang kebanyakan atau golongan
elit.
Faktor-faktor
latar belakang dan karakteristik dari seorang pekerja media tersebut sedikit
banyak dapat mempengaruhi individu seorang jurnalis. Fokus kita kali ini
adalah faktor latar belakang dan karakteristik seorang jurnalis dilihat dari
segi pendidkan seorang jurnalis. Banyak perdebatan mengenai kompetensi seorang
jurnalis dilihat dari segi pendidikan. Ini dikarenakan tingkat intelektualitas
atau disiplin ilmu yang diambil seorang jurnalis ketika di bangku kuliah dapat
mempengaruhi pemberitaan sebuah media.
Sesuai dengan
apa yang dikatakan oleh Shoemaker dan Reese di atas bahwa nilai, perilaku dan
kepercayaan yang dianut oleh sang jurnalis sebagai pencari berita tidak terlalu
memberikan efek yang terlalu besar kepada sebuah pemberitaan, dikarenakan
kekuatan yang lebih besar dari level organisasi media dan rutinitas media.
Tetapi sedikit banyak faktor nilai, kepercayaan dan perilaku dari sang jurnalis
dapat mempengaruhi sebuah pemberitaan.
- Level Rutinitas Media
Pada level ini
mempelajari tentang efek pada pemberitaan dilihat dari sisi rutinitas media.
Rutinitas media adalah kebiasaan sebuah media dalam pengemasan dan sebuah
berita. Media rutin terbentuk oleh tiga unsur yang saling berkaitan yaitu
sumber berita ( suppliers ), organisasi media ( processor ), dan audiens (
consumers ). Ketiga unsur ini saling berhubungan dan berkaitan dan pada
akhirnya membentuk rutinitas media yang membentuk pemberitaan pada sebuah
media.
Sumber berita
atau suppliers adalah sumber berita yang didapatkan oleh media untuk sebuah
pemberitaan. Organisasi media atau processor adalah bisa dikatakan redaksi
sebuah media yang mengemas pemberitaan dan selanjutnya dikirim kepada audiens.
Dan yang terakhir adalah audiens atau consumer adalah konsumen sebuah berita di
media yaitu bisa jadi pendengar, pembaca atau penonton.
Unsur audiens
ini turut berpengaruh pada level media rutin. Ini dikarenakan pemilihan sebuah
berita yang akan ditampilkan sebuah media yang pada gilirannya akan disampaikan
pada audiens. Ketergantungan media terhadap audiens yang akan menghasilkan
keuntungan bagi media, turut menjadi penyebab kenapa media sangat memperhatikan
unsur audiens dalam pemilihan berita. Jadi media sangat memperhatikan salah
satunya adalah nilai berita yang akan diberitakan sebuah media.
Menurut Reese
ada beberapa nilai berita yaitu faktor pentingnya sebuah pemberitaan (
Importance), faktor kemanusiaan (Human interest), faktor konflik
atau kontroversi pada sebuah pemberitaan (conflict/controversy), faktor
ketidakbiasan sebuah berita yang diberitakan (the unusual), faktor keaktualan
sebuah berita (timeliness), dan terakhir faktor
kedekatan sebuah pemberitaan dengan audiens (proximity).
Di sisi lain
media pun diharuskan untuk selalu membuat pemberitaan yang objektif, faktual
dan terpercaya. Menurut Michael Schudson para reporter wajib menghibur
audiens di satu sisi dan memberikan pemberitaan yang faktual pada satu sisi.
Karena sebuah objektifitas pada sebuah media membantu sebuah media melegitimasi
dirinya. Ini berkaitan dengan kredibilitas sebuah media yang membuat sebuah
pemberitaan.
Jadi
pemberitaan sebuah media juga tidak selalu mengikuti apa kemauan dari audiens
tapi juga mengikuti fakta-fakta apa saja yang berkembang di lapangan, dan
inilah yang mebentuk pembentuk pemberitaan sebuah media pada unsur audiens di
level media rutin.[2]
- Level Pengaruh Organisasi
Level
organisasi ini berkaitan dengan struktur manajemen organisasi pada sebuah
media, kebijakan sebuah media dan tujuan sebuah media.Pengaruh dari organisasi
level lebih besar dibandingkan dua level sebelumnya dikarenakan berhubungan
dengan sesuatu pengaruh yang lebih besar, lebih rumit dan struktur yang lebih
besar. Kebijakan dari pimpinan sebuah organisasi media lebih kuat dibanding
level yang lebih rendah yang meliputi pekerja media dan rutinitas.
Berkaitan
dengan struktur dan kebijakan sebuah organisasi dari sebuah media tentunya
berkaitan dengan tujuan dari sebuah media. Tujuan dari sebuah media pada sistem
ekonomi kapitalis tentunya berkaitan dengan profit. Seperti apa yang dikatakan
oleh Shoemaker dan Reese bahwa nilai kepercayaan mendasar pada sistem ekonomi
kapitalis adalah kepemilikan individu, pengejaran untuk yang berkaitan dengan
kepentingan pengusaha dan pasar bebas. Tujuan dari profit ini selain untuk
menggerakkan roda organisasi dan kelangsungan sebuah media juga berkaitan
dengan keuntungan yang akan didapat dari sebuah media.
Faktor ekonomi
yang menyebabkan sebuah media yang jarang sekali mengkritisi sebuah sponsor
yang memberikan keuntungan pada sebuah media, dalam hal ini seperti iklan.
Contohnya jarang sekali media yang mengkritisi pemakaian produk rokok pada
masyarakat yang menjadi sponsornya. Ini dikarenakan jika sebuah media
mengkritisi maka perusahaan rokok yang mensponsori sebuah media akan menarik
iklannya dari media tersebut. Dan pada akhirnya akan menyebabkan kerugian pada
media tersebut.
Selain kebijakan yang berkaitan dengan sponsor, terkadang pemilik sebuah
media memiliki afiliasi politik atau pemimpin sebuah partai politik. Inilah
yang mempengaruhi pemberitaan sebuah media karena berkaitan dengan kepentingan
politik pemilik media. Jadi besar kemungkinan pemberitaan yang diberitakan
tidak akan bertentangan dengan kebijakan politik sebuah organisasi yang
berafiliasi dengan pemilik media.
- Level Pengaruh Luar Organisasi Media
Level keempat
dalam Teori Hirarki Pengaruh Media adalah level pengaruh dari luar
organisasi media atau yang biasa disebutExtra Media Level. Extra
Media Level sendiri adalah pengaruh-pengaruh pada isi media yang berasal
dari luar organisasi media itu sendiri. Pengaruh-pengaruh dari media itu
berasal dari sumber berita, pengiklan dan penonton, kontrol dari pemerintah,
pangsa pasar dan teknologi.
Kita mulai
pembahasan pengaruh extra media dari unsur sumber berita. Sumber berita
memiliki efek yang sangat besar pada konten sebuah media massa, karena seorang
jurnalis tidak bisa menyertakan pada laporan beritanya apa yang mereka tidak
tahu. Contohnya adalah seorang jurnalis hampir tidak pernah menjadi saksi mata
sebuah kecelakaan pesawat. Hingga untuk mendapatkan sebuah berita mereka
mendapatkan informasi dari jurnalis lainnya, dari orang yang berada di tempat
kejadian, dari sumber resmi pemerintah dan polisi, dari petugas bandara dan
dari advokasi keselamatan konsumen; dan dari tiap individu memiliki sudut
pandang yang unik dan berbeda tentang apa yang terjadi.Contoh di atas
menjelaskan bahwa si media yang diberitakan oleh seorang juranlis dapat dibentuk
oleh sumber berita. Karena sudut pandang yang berbeda dari sumber berita itu
sendiri. Bahkan kadang sumber berita juga bisa menjadi bias bagi sebuah berita
karena sumber berita juga bisa bohong terhadap seorang jurnalis dalam sebuah
wawancara.
Unsur selanjutnya
dari level extra media adalah unsur pengiklan dan pembaca. Unsur ini sangat
berpengaruh dalam level ekstra media karena iklan dan pembaca adalah penentu
kelangsungan sebuah media, kedua unsure inilah yang membiayai jalannya produksi
dan sumber keuntungan dari sebuah media. Menurut J. H. Altschull yang dikutip
oleh Shoemaker dan Reese : “Sebuah konten dari pers secara langsung berhubungan
dengan kepentingan yang membiayai sebuah pers. Sebuah pers diibaratkan sebagai
peniup terompet, dan suara dari terompet itu dikomposisikan oleh orang yang
membiayai peniup terompet tersebut. Ini bukti secara substansial bahwa isi dari
media secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh pengiklan dan
pembaca.
Pengaruh
pemasangan iklan juga terlihat pada isi media yang dirancang sedemikian rupa
sehingga memiliki pola-pola yang sama dengan pola konsumsi target konsumen. Media
dalam hal ini mencoba menyesuaikan pola yang konsumen yang ingin dicapai oleh
para pengiklan untuk mendapatkan keuntungan sangat besar. Pemasang iklan
menggunakan kekuatan modalnya yang membiayai sebuah media, agar konten dari
media tidak bertentangan dengan kepentingan citra dari produknya.
Karena
pemasukan dari iklan sangat penting bagi berlangsungnya kehidupan sebuah media
massa komersil, perusahaan iklan yang lebih besar menjadi memiliki kekuatan
yang lebih besar, contohnya perusahaan multinasional dan agensi periklanan
memiliki kekuatan untuk menyensor pesan atau pemberitaan yang diberikan sebuah
media.
Perusahaan
rokok bisa jadi memiliki kontrol yang sangat besar terhadap konten sebuah
media. Pemberitaan sebuah media biasanya tidak memberitakan secara gamblang
tentang bahaya merokok. Jika pun ada pemberitaan tentang bahaya merokok
biasanya pemberitaan dibuat secara bias oleh sebuah media. Pengaruh yang besar
dari perusahaan rokok ini dikarenakan perusahaan rokok adalah pengiklan yang
sangat menguntungkan bagi sebuah media, dan inilah yang membentuk kekuatan
tersendiri bagi perusahaan rokok untuk mempengaruhi isi sebuah media.
Unsur ketiga
yang mempengaruhi konten pada pemberitaan sebuah media adalah kontrol dari
pemerintah. Pemerintah dapat mengkontrol pemberitaan sebuah media jika bertentangan
dengan kebijakan sebuah pemerintahan dalam sebuah negara. Kontrol dari
pemerintah biasanya berupa sebuah kebijakan peraturan perundang-undangan atau
dari lembaga negara seperti Kementerian atau lembaga negara lainnya.
Penguasa atau
pemerintah memberikan pengaruh besar kepada isi pesan media. Kekuatan media
dalam membentuk agenda publik sebagian tergantung pada hubungan media
bersangkutan dengan pusat kekuasaan. Jika media memiliki hubungan yang dekat
dengan kelompok elit di pemerintahan, maka kelompok tersebut akan mempengaruhi
apa yang harus disampaikan oleh media.
Biasanya
kontrol terhadap media yang sangat ketat terjadi pada negara-negara yang tidak
terlalu demokratis dalam penerapan pemerintahannya. Faktor ini dikarenakan
Negara yang lebih demokratis lebih memberikan kebebasan kepada media dalam
menyampaikan informasi kepada masyarakat. Sedangkan Negara-negara yang tidak
demokratis cenderung lebih ketat dalam pengawasan terhadap media. Pada sebagian
negara dimana medianya dimiliki oleh swasta, kontrol yang dilakukan oleh
pemerintah antara lain melalui hukum, regulasi, lisensi dan pajak. Sedangkan
pada negara yang medianya sebagian besar dimiliki oleh pemerintah, bentuk
kontrol pemerintahnya adalah melalui keuangan media itu sendiri.
Kekuatan yang
besar dari pemerintah yang mengikat sebuah media membuat pemberitaan sebuah
media tidak dapat bertentangan dengan kebijakan pemerintah sebuah negara. Jika
pemberitaan sebuah media bertentangan dengan pemerintah, maka akan terjadi
sensor yang akan dilakukan oleh sebuah lembaga negara. Dan hal inilah mengapa
peran pemerintah dalam membentuk pemberitaan sebuah media menjadi sangat besar
sekali.
- Level Pengaruh Ideologi
Level yang
terakhir pada teori hirarki pengaruh Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese
adalah level pengaruh ideologi pada konten media. Pada level ini kita membahas
ideologi yang diartikan sebagai kerangka berpikir tertentu yang dipakai oleh
individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya. Berbeda
dengan level pengaruh media sebelumnya yang tampak konkret, level ideologi ini
abstrak. Level ini berhubungan dengan konsepsi atau posisi seseorang dalam
menafsirkan realitas dalam sebuah media.
Ideologi
menurut pandangan teori kritis adalah sekumpulan ide-ide yang menyusun sebuah
kelompok nyata, sebuah representasi dari sistem atau sebuah makna dari kode
yang memerintah bagaimana individu dan kelompok melihat dunia. Dalam Marxisme
klasik, sebuah ideologi adalah sekumpulan ide-ide keliru yang diabadikan oleh
ide yang dominan.Dalam pandangan Marxis klasik, ideologi hanyalah ide-ide atau
pemahaman yang digunakan oleh kelas yang dominan untuk menanamkan kesadaran
palsu bagi kelas yang tertindas untuk melanggengkan kekuasaannya.
Pada level ini
kita akan membahas apa kepentingan yang bermain pada level lainnya terutama
level yang berhubungan sangat erat dengan kekuasaan sebuah media yaitu level
organisasi media dan level rutinitas media. Pada level ini kita juga
mempelajari hubungan antara pembentukan sebuah konten media nilai-nilai, kepentingan
dan relasi kuasa media.
Pada level
ideologi ini kita melihat lebih dekat pada kekuatan di masyarakat dan
mempelajari bagaimana kekuatan yang bermain di luar media. Kita berasumsi bahwa
ide memiliki hubungan dengan kepentingan dan kekuasaan, dan kekuasaan yang
menciptakan simbol adalah kekuasaan yang tidak netral. Tidak hanya berita
tentang kelas yang berkuasa tetapi struktur berita agar kejadian-kejadian
diinterpretasi dari perspektif kepentingan yang berkuasa.
Jadi pada level
ini kita berbicara lebih luas mengenai bagaimana kekuatan-kekuatan yang
bersifat abstrak seperti ide mempengaruhi sebuah media terutama ide kelas yang
berkuasa. Pada level ini pun kita akan melihat bagaimana kaitan antara level
ideologi dengan level-level lainnya. Tetapi kita melihat lebih jauh bagaimana
ideologi kelas yang berkuasa mempengaruhi sebuah pemberitaan bukan dengan
kepentingan yang bersifat individu atau yang bersifat mikro tapi kepentingan
kelas yang berkuasa. Kelas yang berkuasa yang melanggengkan sistem
kapitalis secara struktural melalui media.[3]
BAB II
PEMBAHASAN
I.
Sekilas Mengenai Koran SINDO
Koran
Sindo (sebelumnya Harian Seputar
Indonesia) adalah sebuah surat kabar di Indonesia yang terbit
perdana pada tanggal hari Rabu, 29 Juni2005 di Jakarta.
Koran Sindo terbit selama 7 hari selama 1 minggu, dengan format ukuran panjang
7 kolom dan tinggi 54 cm. Edisi Nasional terbit 44 halaman dengan 3 bagian
koran.
Kategori
|
Harian Umum
|
Frekuensi
|
Harian
|
Penerbit
|
PT Media
Nusantara Informasi
|
Terbitan
pertama
|
|
Perusahaan
|
|
Negara
|
Indonesia
|
Bahasa
|
|
Situs
web
|
- Target pembaca
Target pembacanya adalah masyarakat kelas
menengah ke atas, pendidikan Sarjana, segmentasi usia dari 18 tahun sampai
dengan 40 tahun. Dengan diferensiasi pembaca laki-laki sebanyak 60% dan pembaca
wanita sebanyak 40%. Target distribusi Koran Sindo adalah kota-kota besar di seluruh
Indonesia dengan jumlah oplah sebesar 336.000 pembaca.
B. Edisi Lokal
Sejak 1
September2005 , Koran
Sindo terbit dengan edisi lokal bagi pembaca yang berada di luar Jabodetabek. Edisi
lokal tersebut antara lain adalah :
- Edisi Jawa Barat. diterbitkan dan kantornya di Bandung, Jawa Barat
- Edisi Jawa Tengah dan Yogyakarta. Diterbitkan dan Kantornya berada di Semarang dan Solo , Jawa Tengah
- Edisi Jawa Timur. Diterbitkan dan Kantornya berada di Surabaya , Jawa Timur
- Edisi Sumatera Utara, diterbitkan dan kantornya berada di Medan , Sumatera Utara
- Edisi Sumatera Selatan, diterbitkan dan kantornya berada di Palembang , Sumatera Selatan
- Edisi Sulawesi Selatan, diterbitkan dan kantornya berada di Makassar , Sulawesi Selatan
- Edisi Sulawesi Utara, diterbitkan dan kantornya berada di Manado , Sulawesi Utara
- Edisi Kepulauan Riau. diterbitkan dan kantornya di Batam, Kepulauan Riau
Selain di
wilayah tersebut, Koran Sindo terbit dengan edisi nasional. Yang menjadi
perbedaan dengan edisi nasional, adalah dari harga per eksemplar serta jumlah
halaman. Halaman pada edisi lokal hanya sebanyak 24 halaman sementara edisi
nasional mencapai 44 Halaman. Selain itu Harganya juga berbeda. Koran Sindo
edisi lokal dihargai Rp 2.500,- per eksemplar, sementara edisi nasional adalah
Rp.3.000,- per eksemplar. Koran Sindo edisi lokal lebih fokus kepada wilayahnya
sendiri, yang mencapai 80 persen dari jumlah halaman.
C. Harga Koran
Saat perdana terbit, Koran Sindo dihargai Rp 2000,- per
eksemplar. Namun, harga tersebut merupakan harga yang sangat terjangkau bila
dibandingkan dengan surat kabar lain, terlebih saat itu Harian Sindo terbit
dengan 40 halaman setiap hari. Harga tersebut terus bertahan hingga pertengahan
tahun 2006. Saat itu, karena harga kertas yang semakin naik, Koran Sindo pernah
dijual dengan harga Rp.4000,- per eksamplar, namun pada tahun 2007, harga
tersebut kembali turun menjadi Rp.3.000,- . Untuk Edisi lokal, Koran Sindo
hanya dihargai Rp.2500,- per eksemplar.
D. Koran Sore
Tahun 2005, Koran Sindo sempat terbit dengan koran sore.
Koran sore ini terbit dengan porsi berita ringan yang lebih banyak. Jumlah
halaman hanya 16 halaman. dan Koran sore ini hanya bagi para pembaca koran
Sindo yang berlangganan saja (tidak dijual eceran). Namun pada tahun 2008,
penerbitan koran sore ini dihentikan karena tidak memberikan keuntungan yang
berarti.
E. Koran Sepak Bola
Pada 1 Desember2010, Koran Sindo meluncurkan koran sepak bola yang bernama Hattrick.
Koran ini berisi berita sepak bola. Slogannya adalah Terlengkap dalam Sepak
Bola.[4]
II.
Wawancara Langsung
Berikut
wawancara langsung kami dengan Redaktur News Nasional dan Politik, Chamad Hojin saat ditemui di Gedung SINDO di Jalan Wahid Hasyim No. 30 Jakarta.
Bagaimana awal terbentuknya SINDO?
SINDO berdiri
awalnya tahun 2005. Pertama kali Saya masuk SINDO tahun 2005, saat itu
karyawannya baru ada 50 orang. SINDO itu pada tahun 2005 ingin menjadi koran
keluarga. Kenapa menjadi koran keluarga? Karena Indonesia pada tahun 2005 itu
pasca tahun 1998 mengalami krisis
moneter hingga tahun 2002 hingga 2003 belum pulih.
Dulu kata
orang, timbul minat baca masyarakat itu pada tahun 1996 sampai 1997. Setiap
keluarga pasti punya langganan koran atau majalah. Tapi semenjak krisis ekonomi
tahun 1998 itu akhirnya orang – orang malas untuk berlangganan koran. Lalu
akhirnya muncul lagi koran tahun 2005 dan akhirnya SINDO muncul sebagai koran
keluarga dengan asumsi satu koran sudah cukup untuk menjadi referensi keluarga.
Maka itu SINDO dibagi menjadi tiga segmen yakni News yang berisi ekonomi dan
politik, Olahraga atau Hatrick dan Lifestyle. Jadi asumsinya dalam satu keluarga,
bapaknya baca News, ibunya baca lifestyle lalu anaknya baca olahraga. Jadi
dengan asumsi hanya dengan baca satu koran tapi rubriknya lengkap yakni SINDO
sebagai koran keluarga.
Dulu koran
SINDO namanya masih Koran Seputar Indonesia karena mengacu pada program berita
Seputar Indonesia lalu akhirnya nama tersebut baru berubah pada 2010 menjadi
koran SINDO. Saat itu koran SINDO ingin menjadi koran nasional maka dari itu
ada koran Seputar Indonesia Jawa Barat, Koran Seputar Indonesia Jawa Timur
sebagai awalnya.
Bagaimana struktur organisasi dalam
media SINDO ini?
Dalam sebuah
struktur organisasi, ada yang namanya CEO, lalu direktur utama, lalu ada juga
divisi marketing atau keuangan, divisi SDM, lalu divisi produksi, divisi
redaksi. Kalau di SINDO dibawah pemimpin redaksi ada wakil pemimpin redaksi
satu, wakil pemimpin redaksi dua, dan wakil pemimpin redaksi tiga, terus
dibawahnya lagi ada redaktur
Dalam sebuah media selalu ada
perubahan kebijakan, Bagaimana perubahan kebijakan di SINDO? Dan dalam kurun
waktu berapa lama sebuah kebijakan itu dapat diganti dengan yang baru?
Sebetulnya
koran SINDO adalah koran bisnis, kita lebih pada pro pasar. Kita tergantung
pada apa yang pasar minta, berbeda halnya dengan koran yang sifatnya ideologis.
Maka dari itu kita lebih menjual berita berdasarkan apa yang diinginkan publik ya
kita ikuti saja.
Kebijakan tetap
berada dalam rapat redaksi, dalam rapat tersebut kita akan bicarakan mana yang
tepat untuk dijadikan halaman satu atau halaman dua, dan seterusnya. Jadi pada
dasarnya kebijakan dalam pempublikasian berita yang SINDO lakukan adalah
berdasarkan minat publik, yakni isu – isu yang publik yang sedang bicarakan.
Isu yang sering menarik minat pembaca yakni isu politik(korupsi, penegakan
hukum), isu nasional (pendidikan, kesehatan dan kepegawaian, beasiswa).
Kita menyajikan
berita yang saling bertentangan. Saya tidak memunafikan kalau apa yang ditulis
oleh sebuah koran adalah apa yang sedang ramai dibicarakan oleh publik, karena
tentu saja pemilik modal tentu akan rugi apabila berita yang ada pada koran
miliknya tidak sesuai dengan apa yang publik inginkan, tentu tidak akan ada
yang mau membaca. Artinya tetap saja sebenarnya pasar yang menentukan dan
memilik otoritas.
Sebetulnya Koran SINDO ini ditujukan
untuk pembaca kelas mana?
Segmen yang
ditawarkan SINDO untuk masyarakat kelas A dengan penghasilan 5 juta ke atas
yakni kalangan legislatif tetapi juga untuk pembaca kelas B dengan harapan
menjadi koran nasional. Karakter pembaca SINDO yakni orang muda yang dinamis
dan liberal, senang bertravel, tetapi tidak mengabaikan nilai – nilai moral.
Berbeda dengan KOMPAS yang biasanya sudah tua dan konservatif. Berdasarkan
hasil survei seperti itu.
Apakah menurut Anda wartawan atau
pekerja media di Koran SINDO bisa mempengaruhi isi berita?
Tentu setiap
pekerja media maupun wartawannya sendiri memiliki pengaruh. Reporter mungkin
dilapangan lebih dekat dengan narasumber. Jadi masing – masing punya pengaruh,
ya redaktur, ya reporter. Semua saling bertukar ide di rapat redaksi, tetapi
keputusan tetap ada di rapat redaksi.
Bagaimana dengan iklan, apakah iklan
bisa mempengaruhi isi berita Koran SINDO ini atau tidak?
Iklan tidak
berpengaruh. Iklan itu kan ada dua, iklan yang display dan iklan yang
advertorial. Apakah mempengaruhi atau tidak? Misalnya ambil contoh, iklan pertamina.Tergantung,
misalnya Pertamina menjadi sponsor untuk Koran SINDO, tentu nama Pertamina akan
dipublis atau diberitakan sebagai salsah satu sponsor untuk SINDO. Tetapi
misalnya Pertamina di periksa atau terkena kasus, tentu SINDO tidak akan
memberitakan mengenai kasusnya.
Anda mengatakan bahwa iklan yang
dipublis dalam Koran SINDO tergantung dari bagaimana bentuk iklan tersebut,
namun bagaimana dengan iklan kampanye Hari Tanoe yang sempat mencalonkan diri
sebagai presiden?
Iklan yang
seperti itu kan terkait dengan tokoh. Nah pada saat itu Hari Tanoe
bergabung di Hanura dan ikut berkampanye. Kita menyediakan 4 halaman untuk
kegiatan kampanye yang diselenggarakan oleh hanura.
Pada iklan tersebut, SINDO melihat Hari Tanoe sebagai pemilik modal dari SINDO
atau Calon Presiden?
Hari Tanoe
sebagai aktor politik pada iklan tersebut. Tapi sebenarnya Hari Tanoe bisa
diberitakan karena Hari Tanoe ikut berpolitik, beda halnya jika dirinya tidak
mencalonkan, mungkin tidak akan ada pemberitaan, tidak mungkin masuk news kalau
memang tidak ada aktivitas yang dilakukan. Jadi pemberitaan mengenai Hari Tanoe
hanya terkait mengenai aktivitas politik yang dilakukannya, selain itu, ya
tidak ada.
Berapa banyak frekuensi mengenai
Hari Tanoe pada koran SINDO saat kampanye Pilpres?
Tergantung
aktivitas yang dilakukan oleh Hari Tanoe. Misalnya dia berceramah di kampus, ya
kita muat. Tetapi kalau tidak ada aktivitas ya tidak ada. Saya tidak mengukur
berapa frekuensinya.
Seberapa besarkah kebijakan media
SINDO ini pada perusahan?
Kebijakan
tertinggi pada rapat redaksi.
Apakah pemilik modal di koran SINDO
ini memiliki hak untuk mengatur atau memilih berita yang akan diberitakan?
Tidak. Mungkin
ada tapi hanya 0.5 persen. Kalau menyangkut masalah intervensi mungkin ada
tetapi hanya pada hal – hal tertentu saja, saya tidak memunafikan kalau itu
memang ada, tapi paling hanya 1 persen dari 99 persen. Kecuali kalau groupnya
bermasalah.
Terkadang
pemilik modal juga memiliki hak untuk menentukan mana yang harus dijadikan headline,
mana yang harus dipublikasidi halaman kedua dan seterusnya , mana yang boleh
dimuat atau tidak.
Tetapi bukankah pemimpin redaksi
tunduk pada pemilik modal?
Mungkin
tunduk, ini realistis saja. Dasarnya pasar yang menentukan. Koran ini dibentuk
untuk alasan bisnis. Kan tidak mungkin Hari Tanoe menyuruh tidak untuk memuat
ini, kan bisa dibilang konyol. Menurut saya ini bukan masalah owner,
tetapi pasar. Pasar yang mendikte. Ya namanya bisnis kalau kita tidak mengikuti
selera pasar, untuk apa bisnis. Pak Hari Tanoe kan bisnis konteksnya. Seperti
yang sudah saya katakan tadi, ada intervensi owner pada sebuah media tetapi ya
hanya itu tadi paling hanya 1 persen dari 99 persen. Tetapi kalau untuk dari day
to day tidak ada intervensi.
Jadi ideologi SINDO ini murni
bisnis?
Ya murni
bisnis.
Pada dasarnya SINDO mengikuti selera
pemberitaan pasar, tetapi bagaimana jika ada sebuah berita yang tengah ramai
dibicarakan oleh khalayak sedangkan berita tersebut bertolak belakang pada
ideologi SINDO sendiri. Apakah berita tersebut akan tetap dipublikasi atau
tidak?
Kalau itu
tergantung. Kita akan tetap memberitakan hal tersebut, karena berita tersebut
tentu akan menarik minat baca khalayak, tetapi kita akan menggunakan framing
yang berbeda. Kita akan tetap menggunakan framing good news.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan Hasil Wawancara
Dari hasil
wawancara yang telah kami lakukan dengan pihak Koran SINDO mengenai kebijakan organisasi
media, sebenarnya kita sudah dapat mengambil kesimpulan bahwa kebijakan yang
ada pada sebuah media sebetulnya tetap memiliki pengaruh terhadap isi berita yang dipublikasikan. Hal ini sesuai
dengan Teori Hierarki Pengaruh dimana terdapat lima elemen penting yang dapat
mempengaruhi isi media yakni :
1.
Level
Pekerja Media (Individual Level)
2.
Level
Rutinitas Media (Routinitas Level)
3.
Level
Organisasi Media (Organizational Level)
4.
Level
Pengaruh Luar Media (Extra Media Level)
5.
Level
Ideologi (Ideology Level)
Selain
itu, secara tidak langsung kita dapat menarik kesimpulan bahwa sebetulnya iklan
memiliki pengaruh terhadap isi pemberitaan pada sebuah media. Pengaruh tersebut
dapat dilihat dari level pengaruh luar media atau extra media level. semua
elemen dari sebuah organisasi media termasuk pekerja media itu sendiri tentu
memiliki pengaruh yang cukup untuk sebuah pemberitaan yang ada pada sebuah
media di mana si pekerja media itu bekerja. Artinya terjadi kesesuaian antara
teori dengan realitas yang sebenarnya pada semua organisasi media.
REFERENSI
Ø
McQuail,Denis.2011.Teori
Komunikasi Massa,Jakarta:Salemba Humanika.
Ø
Stephen W. Littlejohn, Karen A. Foss. 2005.Theories of Human Communication,8th ed.
Belmont: Thomson Wadsworth.
Ø
Morisan, dkk.,2010. Teori Komunikasi
Massa. Bogor: Ghalia Indonesia.
Ø
Pamela
J Shoemaker dan Stephen D. Reese.1996.Mediating The Message. New York :
Longman Publisher.
Ø
http://id.wikipedia.org/wiki/Koran_Sindo
[1]
McQuail,Denis,Teori Komunikasi Massa,(Jakarta:Salemba Humanika,2011),
cet.6, hal.9-22
[2]Pamela J Shoemaker, Stephen D. Reese, Mediating
The Message,(New York: Longman Publisher : 1996)h. 60
[3]Stephen W.
Littlejohn dan Karen A. Foss,Theories of Human Communication,8th ed.
(Belmont: Thomson Wadsworth, 2005) h. 281
[4]http://id.wikipedia.org/wiki/Koran_Sindo