Rabu, 19 November 2014

Hirarki Kebijakan Organisasi Media Studi Kasus : Koran SINDO



BAB I
PENDAHULUAN

  1. Ambiguitas Tujuan Organisasi Media
Kebanyakan organisasi memiliki tujuan yang campur aduk dan jarang dinyatakan secara terbuka. Media massa bukanlah perkecualian dan bahkan dapat menjadi lebih ambigu dalam hal ini, dalam teori organisasional, pembedaan sering dibuat antara tujuan organisasional yang normatif dan yang fungsional. Organisasi fungsional bertujuan untuk memproduksi dan menyediakan barang – barang dan layanan material untuk kepentingan finansial, sementara organisasi normatif bertujuan memajukan suatu nilai atau meraih kondisi dengan nilai tertentu, berdasarkan komitmen sukarela para partisipannya. Posisi organisasi media massa dalam pengelompokan ini tidak jelas karena mereka sering memiliki campuran antara tujuan dan bentuk operasi normatif dan fungsional. Kenyakan media dijalankan sebagai bisnis, tetapi sering kali dengan suatu tujuan ideal dan sebagian media dijalankan terutama demi tujuan – tujuan budaya atau sosial tanpa mencari keuntungan. Misalnya, organisasi penyiaran publik (terutama di Eropa) umumnya memiliki bentuk organisasi birokratis, tetapi dengan tujuan budaya dan sosial nonprofit.
            Sebuah elemen bersama dalam semua teori pers normatif yang adalah bahwa media harus memenuhi pertama – tama kebutuhan dan kepentingan khalayak mereka dan selanjutnya adalah kepentingan klien dan negara. Karena media terus bergantung pada pilihan sukarela khalayak mereka, jika mereka harus efektif atau mendapatkan keuntungan, prinsip ini memiliki basis yang berakal sehat dan hal tersebut sesuai dengan pandangan media sendiri.
Tunstall (1971) menggambarkan tujuan organisasional jurnalisme media dalam pengertian ekonomi, membedakan antara sasaran pendapatan dan sasaran non pendapatan. Hal terakhir mengacu pada tujuan – tujuan tanpa aspek finansial langsung, seperti memperoleh prestise, memantapkan pengaruh atau kekuatan atas masyarakat, atau meraih suatu tujuan normatif. Jenis utama sasaran pendapatan ada dua yakni memperoleh pemasukan dari penjualan angsung kepada konsumen dan dari menjual ruang untuk pengiklan. Tujuan – tujuan utama dari organisasi media yakni laba, prestise dan pengaruh sosial, memaksimalkan khalayak, sasaran dari berbagai bidang (politik, agama, budaya) dan melayani kepentingan publik.
  1. Hubungan Media Dengan Kelompok – kelompok Kepentingan dan Tekanan
Hubungan antara media dan masyarakat sering kali diperantarai oleh serangkaian luas kelompok tekanan yang lebih atau kurang informal, tetapi terorganisasi yang berusaha memengaruhi secara langsung apa yang dilakukan media, terutama dengan berusaha menetapkan batasan terhadap apa yang dipublikasikan. Terdapat banyak contoh akan badan – badan mapan, seperti badan keagamaan, badan pekerja atau badan politik yang mengajukan keluhan dan melakukan lobi tentang beraneka isu, sering kali berhubungan dengan masalah moralitas, bias yang dianggap politis atau representasi minoritas. Di banyak negara, ada tekanan sosial dan hukum terhadap media untuk menjadi lebih positif terhadap segala macam minoritas, termasuk kelompok etnis, perempuan, gay dan lesbian, dan lebih sensitif terhadap cacat, tunawisma dan orang – orang yang mentalnya terbelakang.
Meski media biasanya berhati – hati dalam menangani tekanan seperti ini dan enggan menyerahkan otonomi mereka, ada bukti keberhasilan pihak – pihak luar dalam memengaruhi konten. Biasanya akses bergantung pada legitimasi yang dirasakan akan klaim yang diperdengarkan. Akses juga dapat diberikan dimana kepentingan komersial media tersebut mungkin terancam oleh publisitas yang buruk.

  1. Hubungan Media Dengan Pemilik dan Klien
Isu utama yang muncul adalah sampai mana jangkauan organisasi dapat megklaim untuk menegakkan otonomi dalam hubungannya pertama dengan para pemilik dan kedua dengan pihak yang terkait langsung secara ekonomis di dalam lingkungan mereka, terutama mereka yang menyediakan dana operasional, yaitu investor, pengiklan dan sponsor. Selain itu, tidak ada keraguan bahwa pemilik dalam media berbasis pasar memiliki kekuasaan pasar mutlak atas konten dan dapat meminta apa yang ingin mereka masukkan atau keluarkan. Terlepas dari itu, terdapat kecenderungan tidak terhindarkan bagi para pemilik media baru untuk menetapkan garis besar kebijakan yang sangat mungkin akan diikuti oleh staf editorial yang mereka pekerjakan. Bisa juga terjadi tekanan tidak langsung dan informal atas isu tertentu yang berarti bagi pemilik (misalnya berhungan dengan kepentingan bisnis lain mereka).[1]
  1. Teori Hirarki Pengaruh Isi Media dan Hubungannya Dalam Sosiologi Komunikasi Massa
Teori hirarki pengaruh isi media diperkenalkan oleh Pamela J Shoemaker dan Stephen D. Reese. Teori ini menjelaskan tentang pengaruh terhadap isi dari dari suatu pemberitaan media oleh pengaruh internal dan eksternal. Shoemaker dan Reese membagi kepada beberapa level pengaruh isi media. Yaitu pengaruh dari individu pekerja media ( individual level), pengaruh dari rutinitas media (media routines level), pengaruh dari organisasi media ( organizational level), pengaruh dari luar media (extra media level), dan yang terakhir adalah pengaruh ideologi (ideology level).
Asumsi dari teori ini adalah bagaimana isi pesan media yang disampaikan kepada khalayak adalah hasil pengaruh dari kebijakan internal organisasi media dan pengaruh dari eksternal media itu sendiri. Pengaruh internal pada konten media sebenarnya berhubungan dengan kepentingan dari pemilik media, individu wartawan sebagai pencari berita, rutinitas organisasi media. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh pada konten media berhubungan dengan para pengiklan, pemerintah masyarakat dan faktor eksternal lainnya.
Stephen D. Reese mengemukakan bahwa isi pesan media atau agenda media merupakan hasil tekanan yang berasal dari dalam dan luar organisasi media. Dengan kata lain, isi atau konten media merupakan kombinasi dari program internal, keputusan manajerial dan editorial, serta pengaruh eksternal yang berasal dari sumber-sumber nonmedia, seperti individu-individu berpengaruh secara sosial, pejabat pemerintah, pemasang iklan dan sebagainya.
  1. Level Pengaruh Individu Pekerja Media
Pemberitaan suatu media dan pembentukan konten media tidak terlepas dari faktor individu seorang pencari berita atau jurnalis. Arah pemberitaan dan unsur-unsur yang diberitakan tidak dapat dilepaskan dari seorang jurnalis. Pada pembahasan kali ini kita akan mendiskusikan tentang potensi yang mempengaruhi isi dari sebuah media massa dilihat dari faktor intra seorang jurnalis. Faktor-faktor seperti faktor latar belakang dan karakteristik dari seorang pekerja media atau jurnalis, perilaku,nilai dan kepercayaan dari seorang jurnalis dan yang terakhir adalah orientasi dari seorang jurnalis
Faktor individual dari seorang pekerja media sangat mempengaruhi pemberitaan sebuah media, ini dikarenakan seorang jurnalis sebagai pencari berita dan dapat mengkonstruk pemberitaan sebuah media. Seorang jurnalis sebagai sosok yang mengumpulkan dan membuat sebuah berita dapat dilihat dari segi personalnya. Salah satu faktor yang membentuk level individual dari teori hirarki pengaruh ini adalah faktor  latar belakang dan karakteristik.
Faktor latar belakang dan karakteristik dari seorang pekerja media menurut Shoemaker dan Reese dibentuk oleh beberapa faktor yaitu masalah gender atau jenis kelamin dari jurnalis, etnis, orientasi seksual,faktor pendidikan dari sang jurnalis dan dari golongan manakah jurnalis tersebut, orang kebanyakan atau golongan elit.
Faktor-faktor latar belakang dan karakteristik dari seorang pekerja media tersebut sedikit banyak dapat mempengaruhi  individu seorang jurnalis. Fokus kita kali ini adalah faktor latar belakang dan karakteristik seorang jurnalis dilihat dari segi pendidkan seorang jurnalis. Banyak perdebatan mengenai kompetensi seorang jurnalis dilihat dari segi pendidikan. Ini dikarenakan tingkat intelektualitas atau disiplin ilmu yang diambil seorang jurnalis ketika di bangku kuliah dapat mempengaruhi pemberitaan sebuah media.
Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Shoemaker dan Reese di atas bahwa nilai, perilaku dan kepercayaan yang dianut oleh sang jurnalis sebagai pencari berita tidak terlalu memberikan efek yang terlalu besar kepada sebuah pemberitaan, dikarenakan kekuatan yang lebih besar dari level organisasi media dan rutinitas media. Tetapi sedikit banyak faktor nilai, kepercayaan dan perilaku dari sang jurnalis dapat mempengaruhi sebuah pemberitaan.

  1. Level Rutinitas Media
Pada level ini mempelajari tentang efek pada pemberitaan dilihat dari sisi rutinitas media. Rutinitas media adalah kebiasaan sebuah media dalam pengemasan dan sebuah berita. Media rutin terbentuk oleh tiga unsur yang saling berkaitan yaitu sumber berita ( suppliers ), organisasi media ( processor ), dan audiens ( consumers ). Ketiga unsur ini saling berhubungan dan berkaitan dan pada akhirnya membentuk rutinitas media yang membentuk pemberitaan pada sebuah media.
Sumber berita atau suppliers adalah sumber berita yang didapatkan oleh media untuk sebuah pemberitaan. Organisasi media atau processor adalah bisa dikatakan redaksi sebuah media yang mengemas pemberitaan dan selanjutnya dikirim kepada audiens. Dan yang terakhir adalah audiens atau consumer adalah konsumen sebuah berita di media yaitu bisa jadi pendengar, pembaca atau penonton.
Unsur audiens ini turut berpengaruh pada level media rutin. Ini dikarenakan pemilihan sebuah berita yang akan ditampilkan sebuah media yang pada gilirannya akan disampaikan pada audiens. Ketergantungan media terhadap audiens yang akan menghasilkan keuntungan bagi media, turut menjadi penyebab kenapa media sangat memperhatikan unsur audiens dalam pemilihan berita. Jadi media sangat memperhatikan salah satunya adalah nilai berita yang akan diberitakan sebuah media.
Menurut Reese ada beberapa nilai berita yaitu faktor pentingnya sebuah pemberitaan ( Importance), faktor kemanusiaan (Human interest), faktor konflik atau kontroversi pada sebuah pemberitaan (conflict/controversy), faktor  ketidakbiasan sebuah berita yang diberitakan (the unusual), faktor keaktualan sebuah berita (timeliness), dan terakhir faktor kedekatan sebuah pemberitaan dengan audiens (proximity).
Di sisi lain media pun diharuskan untuk selalu membuat pemberitaan yang objektif, faktual dan terpercaya. Menurut Michael Schudson  para reporter wajib menghibur audiens di satu sisi dan memberikan pemberitaan yang faktual pada satu sisi. Karena sebuah objektifitas pada sebuah media membantu sebuah media melegitimasi dirinya. Ini berkaitan dengan kredibilitas sebuah media yang membuat sebuah pemberitaan.
Jadi pemberitaan sebuah media juga tidak selalu mengikuti apa kemauan dari audiens tapi juga mengikuti fakta-fakta apa saja yang berkembang di lapangan, dan inilah yang mebentuk pembentuk pemberitaan sebuah media pada unsur audiens di level media rutin.[2]

  1. Level Pengaruh Organisasi
Level organisasi ini berkaitan dengan struktur manajemen organisasi pada sebuah media, kebijakan sebuah media dan tujuan sebuah media.Pengaruh dari organisasi level lebih besar dibandingkan dua level sebelumnya dikarenakan berhubungan dengan sesuatu pengaruh yang lebih besar, lebih rumit dan struktur yang lebih besar. Kebijakan dari pimpinan sebuah organisasi media lebih kuat dibanding level yang lebih rendah yang meliputi pekerja media dan rutinitas.
Berkaitan dengan struktur dan kebijakan sebuah organisasi dari sebuah media tentunya berkaitan dengan tujuan dari sebuah media. Tujuan dari sebuah media pada sistem ekonomi kapitalis tentunya berkaitan dengan profit. Seperti apa yang dikatakan oleh Shoemaker dan Reese bahwa nilai kepercayaan mendasar pada sistem ekonomi kapitalis adalah kepemilikan individu, pengejaran untuk yang berkaitan dengan kepentingan pengusaha dan pasar bebas. Tujuan dari profit ini selain untuk menggerakkan roda organisasi dan kelangsungan sebuah media juga berkaitan dengan keuntungan yang akan didapat dari sebuah media.
Faktor ekonomi yang menyebabkan sebuah media yang jarang sekali mengkritisi sebuah sponsor yang memberikan keuntungan pada sebuah media, dalam hal ini seperti iklan. Contohnya jarang sekali media yang mengkritisi pemakaian produk rokok pada masyarakat yang menjadi sponsornya. Ini dikarenakan jika sebuah media mengkritisi maka perusahaan rokok yang mensponsori sebuah media akan menarik iklannya dari media tersebut. Dan pada akhirnya akan menyebabkan kerugian pada media tersebut.
         Selain kebijakan yang berkaitan dengan sponsor, terkadang pemilik sebuah  media memiliki afiliasi politik atau pemimpin sebuah partai politik. Inilah yang mempengaruhi pemberitaan sebuah media karena berkaitan dengan kepentingan politik pemilik media. Jadi besar kemungkinan pemberitaan yang diberitakan tidak akan bertentangan dengan kebijakan politik sebuah organisasi yang berafiliasi dengan pemilik media.
  1. Level Pengaruh Luar Organisasi Media
Level keempat dalam Teori Hirarki Pengaruh Media adalah level pengaruh dari luar organisasi  media atau yang biasa disebutExtra Media Level. Extra Media Level sendiri adalah pengaruh-pengaruh pada isi media yang berasal dari luar organisasi media itu sendiri. Pengaruh-pengaruh dari media itu berasal dari sumber berita, pengiklan dan penonton, kontrol dari pemerintah, pangsa pasar dan teknologi.
Kita mulai pembahasan pengaruh extra media dari unsur sumber berita. Sumber berita memiliki efek yang sangat besar pada konten sebuah media massa, karena seorang jurnalis tidak bisa menyertakan pada laporan beritanya apa yang mereka tidak tahu. Contohnya adalah seorang jurnalis hampir tidak pernah menjadi saksi mata sebuah kecelakaan pesawat. Hingga untuk mendapatkan sebuah berita mereka mendapatkan informasi dari jurnalis lainnya, dari orang yang berada di tempat kejadian, dari sumber resmi pemerintah dan polisi, dari petugas bandara dan dari advokasi keselamatan konsumen; dan dari tiap individu memiliki sudut pandang yang unik dan berbeda tentang apa yang terjadi.Contoh di atas menjelaskan bahwa si media yang diberitakan oleh seorang juranlis dapat dibentuk oleh sumber berita. Karena sudut pandang yang berbeda dari sumber berita itu sendiri. Bahkan kadang sumber berita juga bisa menjadi bias bagi sebuah berita karena sumber berita juga bisa bohong terhadap seorang jurnalis dalam sebuah wawancara.
Unsur selanjutnya dari level extra media adalah unsur pengiklan dan pembaca. Unsur ini sangat berpengaruh dalam level ekstra media karena iklan dan pembaca adalah penentu kelangsungan sebuah media, kedua unsure inilah yang membiayai jalannya produksi dan sumber keuntungan dari sebuah media. Menurut J. H. Altschull yang dikutip oleh Shoemaker dan Reese : “Sebuah konten dari pers secara langsung berhubungan dengan kepentingan yang membiayai sebuah pers. Sebuah pers diibaratkan sebagai peniup terompet, dan suara dari terompet itu dikomposisikan oleh orang yang membiayai peniup terompet tersebut. Ini bukti secara substansial bahwa isi dari media secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh pengiklan dan pembaca.
Pengaruh pemasangan iklan juga terlihat pada isi media yang dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki pola-pola yang sama dengan pola konsumsi target konsumen. Media dalam hal ini mencoba menyesuaikan pola yang konsumen yang ingin dicapai oleh para pengiklan untuk mendapatkan keuntungan sangat besar. Pemasang iklan menggunakan kekuatan modalnya yang membiayai sebuah media, agar konten dari media tidak bertentangan dengan kepentingan citra dari produknya.
Karena pemasukan dari iklan sangat penting bagi berlangsungnya kehidupan sebuah media massa komersil, perusahaan iklan yang lebih besar menjadi memiliki kekuatan yang lebih besar, contohnya perusahaan multinasional dan agensi periklanan memiliki kekuatan untuk menyensor pesan atau pemberitaan yang diberikan sebuah media.
Perusahaan rokok bisa jadi memiliki kontrol yang sangat besar terhadap konten sebuah media. Pemberitaan sebuah media biasanya tidak memberitakan secara gamblang tentang bahaya merokok. Jika pun ada pemberitaan tentang bahaya merokok biasanya pemberitaan dibuat secara bias oleh sebuah media. Pengaruh yang besar dari perusahaan rokok ini dikarenakan perusahaan rokok adalah pengiklan yang sangat menguntungkan bagi sebuah media, dan inilah yang membentuk kekuatan tersendiri bagi perusahaan rokok untuk mempengaruhi isi sebuah media.
Unsur ketiga yang mempengaruhi konten pada pemberitaan sebuah media adalah kontrol dari pemerintah. Pemerintah dapat mengkontrol pemberitaan sebuah media jika bertentangan dengan kebijakan sebuah pemerintahan dalam sebuah negara. Kontrol dari pemerintah biasanya berupa sebuah kebijakan peraturan perundang-undangan atau dari lembaga negara seperti Kementerian atau lembaga negara lainnya.
Penguasa atau pemerintah memberikan pengaruh besar kepada isi pesan media. Kekuatan media dalam membentuk agenda publik sebagian tergantung pada hubungan media bersangkutan dengan pusat kekuasaan. Jika media memiliki hubungan yang dekat dengan kelompok elit di pemerintahan, maka kelompok tersebut akan mempengaruhi apa yang harus disampaikan oleh media.
Biasanya kontrol terhadap media yang sangat ketat terjadi pada negara-negara yang tidak terlalu demokratis dalam penerapan pemerintahannya. Faktor ini dikarenakan Negara yang lebih demokratis lebih memberikan kebebasan kepada media dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Sedangkan Negara-negara yang tidak demokratis cenderung lebih ketat dalam pengawasan terhadap media. Pada sebagian negara dimana medianya dimiliki oleh swasta, kontrol yang dilakukan oleh pemerintah antara lain melalui hukum, regulasi, lisensi dan pajak. Sedangkan pada negara yang medianya sebagian besar dimiliki oleh pemerintah, bentuk kontrol pemerintahnya adalah melalui keuangan media itu sendiri.
Kekuatan yang besar dari pemerintah yang mengikat sebuah media membuat pemberitaan sebuah media tidak dapat bertentangan dengan kebijakan pemerintah sebuah negara. Jika pemberitaan sebuah media bertentangan dengan pemerintah, maka akan terjadi sensor yang akan dilakukan oleh sebuah lembaga negara. Dan hal inilah mengapa peran pemerintah dalam membentuk pemberitaan sebuah media menjadi sangat besar sekali.
  1. Level Pengaruh Ideologi
Level yang terakhir pada teori hirarki pengaruh Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese adalah level pengaruh ideologi pada konten media. Pada level ini kita membahas ideologi yang diartikan sebagai kerangka berpikir tertentu yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya. Berbeda dengan level pengaruh media sebelumnya yang tampak konkret, level ideologi ini abstrak. Level ini berhubungan dengan konsepsi atau posisi seseorang dalam menafsirkan realitas dalam sebuah media.
Ideologi menurut pandangan teori kritis adalah sekumpulan ide-ide yang menyusun sebuah kelompok nyata, sebuah representasi dari sistem atau sebuah makna dari kode yang memerintah bagaimana individu dan kelompok melihat dunia. Dalam Marxisme klasik, sebuah ideologi adalah sekumpulan ide-ide keliru yang diabadikan oleh ide yang dominan.Dalam pandangan Marxis klasik, ideologi hanyalah ide-ide atau pemahaman yang digunakan oleh kelas yang dominan untuk menanamkan kesadaran palsu bagi kelas yang tertindas untuk melanggengkan kekuasaannya.
Pada level ini kita akan membahas apa kepentingan yang bermain pada level lainnya terutama level yang berhubungan sangat erat dengan kekuasaan sebuah media yaitu level organisasi media dan level rutinitas media. Pada level ini  kita juga mempelajari hubungan antara pembentukan sebuah konten media nilai-nilai, kepentingan dan relasi kuasa media.
Pada level ideologi ini kita melihat lebih dekat pada kekuatan di masyarakat dan mempelajari bagaimana kekuatan yang bermain di luar media. Kita berasumsi bahwa ide memiliki hubungan dengan kepentingan dan kekuasaan, dan kekuasaan yang menciptakan simbol adalah kekuasaan yang tidak netral. Tidak hanya berita tentang kelas yang berkuasa tetapi struktur berita agar kejadian-kejadian diinterpretasi dari perspektif kepentingan yang berkuasa.
Jadi pada level ini kita berbicara lebih luas mengenai bagaimana kekuatan-kekuatan yang bersifat abstrak seperti ide mempengaruhi sebuah media terutama ide kelas yang berkuasa. Pada level ini pun kita akan melihat bagaimana kaitan antara level ideologi dengan level-level lainnya. Tetapi kita melihat lebih jauh bagaimana ideologi kelas yang berkuasa mempengaruhi sebuah pemberitaan bukan dengan kepentingan yang bersifat individu atau yang bersifat mikro tapi kepentingan kelas yang berkuasa. Kelas yang berkuasa  yang melanggengkan sistem kapitalis secara struktural melalui media.[3]











BAB II
PEMBAHASAN
I.                   Sekilas Mengenai Koran SINDO
Koran Sindo (sebelumnya Harian Seputar Indonesia) adalah sebuah surat kabar di Indonesia yang terbit perdana pada tanggal hari Rabu, 29 Juni2005 di Jakarta. Koran Sindo terbit selama 7 hari selama 1 minggu, dengan format ukuran panjang 7 kolom dan tinggi 54 cm. Edisi Nasional terbit 44 halaman dengan 3 bagian koran.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/f/fe/KoranSINDO.svg/250px-KoranSINDO.svg.png
Kategori
Harian Umum
Frekuensi
Harian
Penerbit
PT Media Nusantara Informasi
Terbitan pertama
Perusahaan
Negara
Indonesia
Bahasa
Situs web
  1. Target pembaca
Target pembacanya adalah masyarakat kelas menengah ke atas, pendidikan Sarjana, segmentasi usia dari 18 tahun sampai dengan 40 tahun. Dengan diferensiasi pembaca laki-laki sebanyak 60% dan pembaca wanita sebanyak 40%. Target distribusi Koran Sindo adalah kota-kota besar di seluruh Indonesia dengan jumlah oplah sebesar 336.000 pembaca.

B.     Edisi Lokal

Sejak 1 September2005 , Koran Sindo terbit dengan edisi lokal bagi pembaca yang berada di luar Jabodetabek. Edisi lokal tersebut antara lain adalah :
Selain di wilayah tersebut, Koran Sindo terbit dengan edisi nasional. Yang menjadi perbedaan dengan edisi nasional, adalah dari harga per eksemplar serta jumlah halaman. Halaman pada edisi lokal hanya sebanyak 24 halaman sementara edisi nasional mencapai 44 Halaman. Selain itu Harganya juga berbeda. Koran Sindo edisi lokal dihargai Rp 2.500,- per eksemplar, sementara edisi nasional adalah Rp.3.000,- per eksemplar. Koran Sindo edisi lokal lebih fokus kepada wilayahnya sendiri, yang mencapai 80 persen dari jumlah halaman.

C.    Harga Koran

Saat perdana terbit, Koran Sindo dihargai Rp 2000,- per eksemplar. Namun, harga tersebut merupakan harga yang sangat terjangkau bila dibandingkan dengan surat kabar lain, terlebih saat itu Harian Sindo terbit dengan 40 halaman setiap hari. Harga tersebut terus bertahan hingga pertengahan tahun 2006. Saat itu, karena harga kertas yang semakin naik, Koran Sindo pernah dijual dengan harga Rp.4000,- per eksamplar, namun pada tahun 2007, harga tersebut kembali turun menjadi Rp.3.000,- . Untuk Edisi lokal, Koran Sindo hanya dihargai Rp.2500,- per eksemplar.

D.    Koran Sore

Tahun 2005, Koran Sindo sempat terbit dengan koran sore. Koran sore ini terbit dengan porsi berita ringan yang lebih banyak. Jumlah halaman hanya 16 halaman. dan Koran sore ini hanya bagi para pembaca koran Sindo yang berlangganan saja (tidak dijual eceran). Namun pada tahun 2008, penerbitan koran sore ini dihentikan karena tidak memberikan keuntungan yang berarti.

E.     Koran Sepak Bola

Pada 1 Desember2010, Koran Sindo meluncurkan koran sepak bola yang bernama Hattrick. Koran ini berisi berita sepak bola. Slogannya adalah Terlengkap dalam Sepak Bola.[4]
II.                Wawancara Langsung
Berikut wawancara langsung kami dengan Redaktur News Nasional dan Politik, Chamad Hojin saat ditemui di Gedung SINDO di Jalan Wahid Hasyim No. 30 Jakarta.
Bagaimana awal terbentuknya SINDO?
SINDO berdiri awalnya tahun 2005. Pertama kali Saya masuk SINDO tahun 2005, saat itu karyawannya baru ada 50 orang. SINDO itu pada tahun 2005 ingin menjadi koran keluarga. Kenapa menjadi koran keluarga? Karena Indonesia pada tahun 2005 itu pasca tahun 1998  mengalami krisis moneter hingga tahun 2002 hingga 2003 belum pulih.
Dulu kata orang, timbul minat baca masyarakat itu pada tahun 1996 sampai 1997. Setiap keluarga pasti punya langganan koran atau majalah. Tapi semenjak krisis ekonomi tahun 1998 itu akhirnya orang – orang malas untuk berlangganan koran. Lalu akhirnya muncul lagi koran tahun 2005 dan akhirnya SINDO muncul sebagai koran keluarga dengan asumsi satu koran sudah cukup untuk menjadi referensi keluarga. Maka itu SINDO dibagi menjadi tiga segmen yakni News yang berisi ekonomi dan politik, Olahraga atau Hatrick dan Lifestyle. Jadi asumsinya dalam satu keluarga, bapaknya baca News, ibunya baca lifestyle lalu anaknya baca olahraga. Jadi dengan asumsi hanya dengan baca satu koran tapi rubriknya lengkap yakni SINDO sebagai koran keluarga.
Dulu koran SINDO namanya masih Koran Seputar Indonesia karena mengacu pada program berita Seputar Indonesia lalu akhirnya nama tersebut baru berubah pada 2010 menjadi koran SINDO. Saat itu koran SINDO ingin menjadi koran nasional maka dari itu ada koran Seputar Indonesia Jawa Barat, Koran Seputar Indonesia Jawa Timur sebagai awalnya.
Bagaimana struktur organisasi dalam media SINDO ini?
Dalam sebuah struktur organisasi, ada yang namanya CEO, lalu direktur utama, lalu ada juga divisi marketing atau keuangan, divisi SDM, lalu divisi produksi, divisi redaksi. Kalau di SINDO dibawah pemimpin redaksi ada wakil pemimpin redaksi satu, wakil pemimpin redaksi dua, dan wakil pemimpin redaksi tiga, terus dibawahnya lagi ada redaktur
Dalam sebuah media selalu ada perubahan kebijakan, Bagaimana perubahan kebijakan di SINDO? Dan dalam kurun waktu berapa lama sebuah kebijakan itu dapat diganti dengan yang baru?
Sebetulnya koran SINDO adalah koran bisnis, kita lebih pada pro pasar. Kita tergantung pada apa yang pasar minta, berbeda halnya dengan koran yang sifatnya ideologis. Maka dari itu kita lebih menjual berita berdasarkan apa yang diinginkan publik ya kita ikuti saja.
Kebijakan tetap berada dalam rapat redaksi, dalam rapat tersebut kita akan bicarakan mana yang tepat untuk dijadikan halaman satu atau halaman dua, dan seterusnya. Jadi pada dasarnya kebijakan dalam pempublikasian berita yang SINDO lakukan adalah berdasarkan minat publik, yakni isu – isu yang publik yang sedang bicarakan. Isu yang sering menarik minat pembaca yakni isu politik(korupsi, penegakan hukum), isu nasional (pendidikan, kesehatan dan kepegawaian, beasiswa).
Kita menyajikan berita yang saling bertentangan. Saya tidak memunafikan kalau apa yang ditulis oleh sebuah koran adalah apa yang sedang ramai dibicarakan oleh publik, karena tentu saja pemilik modal tentu akan rugi apabila berita yang ada pada koran miliknya tidak sesuai dengan apa yang publik inginkan, tentu tidak akan ada yang mau membaca. Artinya tetap saja sebenarnya pasar yang menentukan dan memilik otoritas.
Sebetulnya Koran SINDO ini ditujukan untuk pembaca kelas mana?
Segmen yang ditawarkan SINDO untuk masyarakat kelas A dengan penghasilan 5 juta ke atas yakni kalangan legislatif tetapi juga untuk pembaca kelas B dengan harapan menjadi koran nasional. Karakter pembaca SINDO yakni orang muda yang dinamis dan liberal, senang bertravel, tetapi tidak mengabaikan nilai – nilai moral. Berbeda dengan KOMPAS yang biasanya sudah tua dan konservatif. Berdasarkan hasil survei seperti itu.
Apakah menurut Anda wartawan atau pekerja media di Koran SINDO bisa mempengaruhi isi berita?
Tentu setiap pekerja media maupun wartawannya sendiri memiliki pengaruh. Reporter mungkin dilapangan lebih dekat dengan narasumber. Jadi masing – masing punya pengaruh, ya redaktur, ya reporter. Semua saling bertukar ide di rapat redaksi, tetapi keputusan tetap ada di rapat redaksi.
Bagaimana dengan iklan, apakah iklan bisa mempengaruhi isi berita Koran SINDO ini atau tidak?
Iklan tidak berpengaruh. Iklan itu kan ada dua, iklan yang display dan iklan yang advertorial. Apakah mempengaruhi atau tidak? Misalnya ambil contoh, iklan pertamina.Tergantung, misalnya Pertamina menjadi sponsor untuk Koran SINDO, tentu nama Pertamina akan dipublis atau diberitakan sebagai salsah satu sponsor untuk SINDO. Tetapi misalnya Pertamina di periksa atau terkena kasus, tentu SINDO tidak akan memberitakan mengenai kasusnya.
Anda mengatakan bahwa iklan yang dipublis dalam Koran SINDO tergantung dari bagaimana bentuk iklan tersebut, namun bagaimana dengan iklan kampanye Hari Tanoe yang sempat mencalonkan diri sebagai presiden?
Iklan yang seperti itu kan terkait dengan tokoh. Nah pada saat itu Hari Tanoe bergabung di Hanura dan ikut berkampanye. Kita menyediakan 4 halaman untuk kegiatan kampanye yang diselenggarakan oleh hanura.
Pada iklan tersebut, SINDO melihat  Hari Tanoe sebagai pemilik modal dari SINDO atau Calon Presiden?
Hari Tanoe sebagai aktor politik pada iklan tersebut. Tapi sebenarnya Hari Tanoe bisa diberitakan karena Hari Tanoe ikut berpolitik, beda halnya jika dirinya tidak mencalonkan, mungkin tidak akan ada pemberitaan, tidak mungkin masuk news kalau memang tidak ada aktivitas yang dilakukan. Jadi pemberitaan mengenai Hari Tanoe hanya terkait mengenai aktivitas politik yang dilakukannya, selain itu, ya tidak ada.
Berapa banyak frekuensi mengenai Hari Tanoe pada koran SINDO saat kampanye Pilpres?
Tergantung aktivitas yang dilakukan oleh Hari Tanoe. Misalnya dia berceramah di kampus, ya kita muat. Tetapi kalau tidak ada aktivitas ya tidak ada. Saya tidak mengukur berapa frekuensinya.
Seberapa besarkah kebijakan media SINDO ini pada perusahan?
Kebijakan tertinggi pada rapat redaksi.
Apakah pemilik modal di koran SINDO ini memiliki hak untuk mengatur atau memilih berita yang akan diberitakan?
Tidak. Mungkin ada tapi hanya 0.5 persen. Kalau menyangkut masalah intervensi mungkin ada tetapi hanya pada hal – hal tertentu saja, saya tidak memunafikan kalau itu memang ada, tapi paling hanya 1 persen dari 99 persen. Kecuali kalau groupnya bermasalah.
Terkadang pemilik modal juga memiliki hak untuk menentukan mana yang harus dijadikan headline, mana yang harus dipublikasidi halaman kedua dan seterusnya , mana yang boleh dimuat atau tidak.
Tetapi bukankah pemimpin redaksi tunduk pada pemilik modal?
            Mungkin tunduk, ini realistis saja. Dasarnya pasar yang menentukan. Koran ini dibentuk untuk alasan bisnis. Kan tidak mungkin Hari Tanoe menyuruh tidak untuk memuat ini, kan bisa dibilang konyol. Menurut saya ini bukan masalah owner, tetapi pasar. Pasar yang mendikte. Ya namanya bisnis kalau kita tidak mengikuti selera pasar, untuk apa bisnis. Pak Hari Tanoe kan bisnis konteksnya. Seperti yang sudah saya katakan tadi, ada intervensi owner pada sebuah media tetapi ya hanya itu tadi paling hanya 1 persen dari 99 persen. Tetapi kalau untuk dari day to day tidak ada intervensi.
Jadi ideologi SINDO ini murni bisnis?
Ya murni bisnis.
Pada dasarnya SINDO mengikuti selera pemberitaan pasar, tetapi bagaimana jika ada sebuah berita yang tengah ramai dibicarakan oleh khalayak sedangkan berita tersebut bertolak belakang pada ideologi SINDO sendiri. Apakah berita tersebut akan tetap dipublikasi atau tidak?
Kalau itu tergantung. Kita akan tetap memberitakan hal tersebut, karena berita tersebut tentu akan menarik minat baca khalayak, tetapi kita akan menggunakan framing yang berbeda. Kita akan tetap menggunakan framing good news.





BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan Hasil Wawancara
Dari hasil wawancara yang telah kami lakukan dengan pihak Koran SINDO mengenai kebijakan organisasi media, sebenarnya kita sudah dapat mengambil kesimpulan bahwa kebijakan yang ada pada sebuah media sebetulnya tetap memiliki pengaruh terhadap isi  berita yang dipublikasikan. Hal ini sesuai dengan Teori Hierarki Pengaruh dimana terdapat lima elemen penting yang dapat mempengaruhi isi media yakni :
1.      Level Pekerja Media (Individual Level)
2.      Level Rutinitas Media (Routinitas Level)
3.      Level Organisasi Media (Organizational Level)
4.      Level Pengaruh Luar Media (Extra Media Level)
5.      Level Ideologi (Ideology Level)
Selain itu, secara tidak langsung kita dapat menarik kesimpulan bahwa sebetulnya iklan memiliki pengaruh terhadap isi pemberitaan pada sebuah media. Pengaruh tersebut dapat dilihat dari level pengaruh luar media atau extra media level. semua elemen dari sebuah organisasi media termasuk pekerja media itu sendiri tentu memiliki pengaruh yang cukup untuk sebuah pemberitaan yang ada pada sebuah media di mana si pekerja media itu bekerja. Artinya terjadi kesesuaian antara teori dengan realitas yang sebenarnya pada semua organisasi media.




REFERENSI
Ø  McQuail,Denis.2011.Teori Komunikasi Massa,Jakarta:Salemba Humanika.
Ø  Stephen W. Littlejohn, Karen A. Foss. 2005.Theories of Human Communication,8th ed. Belmont: Thomson Wadsworth.
Ø  Morisan, dkk.,2010. Teori Komunikasi Massa. Bogor: Ghalia Indonesia.
Ø  Pamela J Shoemaker dan Stephen D. Reese.1996.Mediating The Message. New York : Longman Publisher.
Ø  http://id.wikipedia.org/wiki/Koran_Sindo



[1] McQuail,Denis,Teori Komunikasi Massa,(Jakarta:Salemba Humanika,2011), cet.6, hal.9-22
[2]Pamela J Shoemaker, Stephen D. Reese, Mediating The Message,(New York: Longman Publisher : 1996)h. 60

[3]Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss,Theories of Human Communication,8th ed. (Belmont: Thomson Wadsworth, 2005) h. 281
[4]http://id.wikipedia.org/wiki/Koran_Sindo